Review Novel Mafia Espresso

Bila hidup ini memang pertarungan,  kita baru tahu siapa yang menang dan kalah di akhir kehidupan.  Selama kita masih bernafas,  masih ada kesempatan untuk menang.
Antonio,  halaman 197.
Itu adalah salah satu ucapan Antonio saat bercakap-cakap dengan Sophie ketika Sophir kabur dari acara reunian teman-teman kuliahnya.  Tanpa disengaja,  Sophie mendengar kasak-kusuk temannya soal hubungannya dengan Antonio yang masih baru.

Judul Novel: Mafia Espresso
Penulis: Fransisca Todi
Editor: @anMediatama
Genre: Romance 
Penerbit: Gradien Mediatama

Antonio Azzaro adalah klien perusahaan tempat Sophie Pieters bekerja.  Saat situasi ekonomi terasa sulit dan tidak menentu,  Patty,  bosnya Sophie 'menekan' Sophie agar tender software aplikasi perkantoran yang dibuatnya bersama tim berhasil deal dengan  Eco Green, perusahaan milik Antonio.

Sejak semula, sebelum meeting dengan Antonio - bos perusahaan  bertubuh atletis,  memiliki postur serupa pemain timnas sepakbola Italia yang katanya ganteng itu -  hari-hari Sophie sudah penuh dengan drama.  Mulai dari Ray yang dikira mencintainya tapi ternyata selingkuh. Tina,  kakak semata wayangnya yang tertutup soal rumah tangga sampai kecelakaan tabrakan di tol, saat keduanya pertama kali bertemu.

'Keceplosan' kalimat pembuka Patty saat meeting dengan mengutip derapah Sophie kalau mobilnya ditabrak oleh seorang idiot yang menjengkelkan bagaikan jadi jalan pembuka Antonio untuk mengunci Sophie, agar menuruti semua keinginan pengusaha kelahiran Sisilia itu. Menyebalkan tapi bikin kangen. Semacam perasaan love and hate colide.  Pernah ngalamin?  Hahaha...  Kalau ya,  harus baca buku ini. Tapi simak dulu reviewnya di sini,  ya. 

Sebenarnya Antonio adalah tipikal pria yang pintar membuat perempuan tersanjung,  smart,  dan punya selera  yang tinggi.  Perfecto,  bisa bikin perempuan klepek-klepek.

Tapi kemisteriusan sikapnya kerap membuat Sophie dilanda bingung dan merasa insecure. Apalagi melihat sikap Marco, asisten pribadi Antonio yang dingin dengan gestur mirip Frankenstein, surat-surat rahasia yang menguarkan aroma ancaman membuat Sophie mempertimbangkan berkali-kali untuk membuka hati, meski sudah jelas ia memergoki Ray sedang berduaan dengan perempuan lain. Yang terbayang di benaknya, Antonio adalah sosok Mafioso yang dingin dan harus diwaspadai. Usaha Maggie, sahabat karibnya buat ngipasin biar mereka jadi pun bukan soal cetek. Sophie galau.

Sampai kemudian ketika ia dan Tina mengalami masa sulit,  Antonio tiba-tiba menghilang begitu saja. Belum lagi dkecerewaten Patty yang semakin menjadi soal tender aplikasinya,  gugatan hak cipta dan kemelut lainnya membuat Sophie menyerah. Memilih melupakan Antonio, dan memaafkan Ray yang tiba-tiba kembali meminta kesempatan kedua.

Selesai ceritanya sampai di sini?  Enggak dong,  ini bukan spoil.  Kalau mau  drama berikutnya mah ya baca aja lanjutannya novel berjudul Mafia Espresso ini.

Sophie punya hobi menyesap kopi, entah di rumah, kantor bahkan ketika ngafe bersama teman-temannya termasuk ketika terpaksa jalan menemani Antonio. Makanya pemberian judul Mafia Espresso ini sudah cocok,  ditambah covernya dengan nuansa warna latte seperti ini bisa jadi teman asik untuk menghabiskan sore yang dingin sambil menyesap kopi panas.  *kopi mana kopi*

Kalau aja ga kepoin profil penulisnya, saya bakal terus merasa kalau novel ini adalah novel terjemahan.  Eh ternyata bukaaaan. Yang nulisnya seorang Indonesia tulen. Lama tinggal di Belanda,  membuat kita ikut merasakan deskripsi tentang Belanda,  jalan-jalannya, arsitek gedung-gedungnya yang klasik, kebiasaan sehari-hari sampai bagaimana lingkungan tetangga lintas bangsa yang hangat tergambar di sini. Diksinya juga renyah dan lincah,  sesekali kita disuguhi pikiran nakal Sophie,  tapi tenang aja.  Ga ada scene yang harus kita skip alias disensor.  

Bila hidup ini memang pertarungan,  kita baru tahu siapa yang menang dan kalah di akhir kehidupan.  Selama kita masih bernafas,  masih ada kesempatan untuk menang.  
So, siapa yang bisa memenangkan hati Sophie?  Siapa sebenarnya Mafioso Sisilia itu dan apakah Ray berhak mendapatkan kesempatan kedua? 

Cuma perlu dua hari aja buat saya menamatkan novel setebal 315 halaman (kalau begadang sampai subuh sih bisa tamat sehari), plus nambah dikit kosa kata bahasa Italia. 

Lewat novel ini juga saya baru tau kalau pars bule londo punya kebiasaan makan malam sebelum jam 6 sore. Di sini mah jam segitu waktunya ngopi atau ngemil ya hehehe. 

Sebenarnya novel ini bukan novel gress.  Ga terlalu lama juga, tapi ga mudah buat menemukan novel terbitan 2012, empat tahun yang lalu. Tapi begitu nemu novel ini,  saya jamin ga rugi mengadopsinya dan jadi salah satu penghuni rak buku di rumah. 


Post a Comment

2 Comments

  1. Waah...koleksi novel teh Efi keren.
    All about coffee.

    Saya jadi pingin minum kopi.
    #eh

    Pingin baca novel karya anak bangsa.

    ReplyDelete
  2. Teh itu di awal 'Sophir' typo apa bukan ya? Hee . by the way jadi penasaran. Penasaran pengen pinjem bukunya. Kalau teh Efi nggak ngejelasin buku ini bukan terjemahan, aku pasti terus mikir kalau ini buku terjemahan. Da nama penulisnya juga kayak orang luar eh ternyata Indonesia tulen :). Atuhlah hate-love gitu mah kesukaan aku. Apalagi karakter antonio yang dijelasin teh Efi. Karakter yang suka bikin aku love love :)

    ReplyDelete