Film Arini: Gap Umur dan Masa Lalu

Patah hati itu sakit. Tapi bukan berarti ga bisa sembuh. Seperti itu yang dirasakan oleh Arini (diperankan oleh Aura Kasih) dalam film yang berjudul sama dengan namanya, Arini. Trauma masa lalu juga membuat Arini parno dengan kereta api. Gara-gara kendaraan yang paling panjang ini, memuat luka hatinya juga berkepanjangan sampai-sampai mengabaikan Nick (Morgan Oey) berondong ganteng yang naksir Arini sejak pandangan pertamanya. 

Wait...
Ini bukan cuma cerita  tentang cinta seorang tante dan berondong ganteng seperti kebanyakan yang terjadi. Diadaptasi dari novel klasiknya Mira W yang berjudul Masih Ada Kereta yang Akan Lewat dan pernah difilmkan juga pada tahun 1987 dengan bintangnya Widyawati dan Rano Karno, Arini versi baru ini menghibur untuk film berjenis drama romance. Jauh deh, dari kesan menye-menye gitu.

Sejak trailernya berseliweran baik di youtube atau bioskop, saya sudah menandai film Arini ini. Kudu nonton! Faktor utamanya sih Morgan Oey. Sejak memerankan David di film Moon Cake Story, saya sudah ngefans sama aktingnya. Akting, lho.. Bukan tampang hahaha.... Seriusan. Walau memang film ini bercerita tentang cinta dan saya belum baca novel atau film versi sebelumnya, saya mikirnya karakter Nick itu bakalan beda dari gambaran mainstream cowok ganteng yang charming kayak di banyak film-film. Pokoknya beda. Dan feeling saya so strong *ih apaan sih*.

Arini sudah tidak percaya cinta. Bahkan berpikiran cuma orang mabok saja yang mau sama dia. Segitu desperatenya,  sampai-sampai disamperin Nick yang ramah dan menarik pun diabaikannya. Beruntungnya Arini bertemu Nick yang tidak mudah patah arang. Sudah diusir berkali-kali tetap saja keukeuh peuteukeuh nyamperin. Cuma dua kemungkinan yang bisa terjadi di dunia nyata kalau ada kasus seperti ini, bakal ada yang luluh atau sebaliknya, dimusuhin habis-habisan.  Yang Nick alami adalah kemungkinan pertama, Arini akhirnya luluh walau yaaa tetep aja jaim. Yeaaah, horee..! 

Eh sabar... ga segampang itu juga Arini takluk. Selain dengan jaim, ia juga selalu ketus menghadapi Nick. Arini juga dihadapkan pada masa lalunya yang beneran kembali lagi. Saat kembali dari Jerman dan bekerja di Yogya, Arini bertemu lagi dengan Helmi (Haydar Saliz) mantan suaminya tiap hari! Iya, mereka jadi teman satu kantor. Arini sebel bukan main. 

Tapi selalu ada sisi baik dari setiap hal yang kita alami, kan? Seakan belum tuntas membalaskan sakit hati, Arini mempunyai celah untuk menguliti Helmi dengan cara tipikal pimpinan bos wanita yang dingin, tapi kejam. Namun, lain halnya dengan Helmi, walau sama-sama tidak nyaman, Helmi berusaha untuk menyelesaikan masa lalunya. Seperti yang dibilang di trailernya, Helmi ini rela untuk bersujud mencium kakinya. Rumit. Sementara Nick yang sableng dan tengilnya juara bela-belain mengejar Arini dari Jerman ke Yogya, hanya karena tidak bisa konsen kuliah gara-gara mikirin Arini. Sinting. Ya, mau gimana lagi? Udah kadung cinta, walau usia berjarak 15 tahun. Ga ada apa-apanya. Cetek. Malah Nick sebel saban Arini membahas soal ini. Pesan dari ayahnya kalau jadi cowok jangan mudah nyerah benar-benar dijalankannya.  Nick itu bady boy, tapi di lain waktu dia bisa jadi good boy. Gombalnya Nick bukan lewat kata, tapi sikap. Action. Kalau lewat kata Nick malah meledek Arini dengan kata-kata yang tajam. Ngeselin! 

Penasaran kan, sebenarnya ada apa sih antara Helmi dan Arini? Terus kenapa juga Arini begitu trauma dengan yang namanya kereta?  Ga akan saya kasih tau. Nonton aja sendiri, ya. No spoiler :D

Ngomong-ngomong soal kereta, Ismail Basbeth membesut film ini dari awal sampai akhir tetap konsisten. Diawal dan akhir film ada kereta, bunga dan internet. Dengan alur maju mundur, penonton akhirnya bisa memahami korelasi antara masa lalu Arini yang juga melibatkan sahabat dekatnya, Ira (Olga Lidya) dengan apa yang dihadapinya di masa sekarang. Sebelnya, film ini hanya dikasih waktu 79 menit saja. Padahal kalau ditambah sedikit waktu, konfliknya bakal terasa lebih greget. Jadinya saya kurang poll nangisnya. Nanggung sedihnya hahaha....  Begitu sampai di ending film, saya mikir gini: eh, kok udahan?

Ada beberapa hal yang saya suka dari film produksinya Max Picture ini. Yang pertama? Jelas lah karakter Nick. Tengilnya itu, lho. Ngegemesin. Ditambah lagi mimik mukanya Arini yang jaim ga kepalang. Pura-pura cuek tapi sebenenya suka juga *eaaaa.....* Juara lah aktingnya. Terlepas dari opini yang bilang Aura kasih kurang Tante, saya sangat mengapresias aktingnya Aura Kasih, lho. Kalau sudah memahami apa yang terjadi pada Arini di masa lalu (apalagi kalau sudah nonton film jadul atau baca novelnya), ya wajar saja Arini bersikap begitu. Ditambah lagi dengan stigma umum di masyarakat, kalau pasangan yang wanitanya jauh lebih matang eh dewasa bakal berseliweran opini miring. Miring, bukan lurus. Padahal mereka yang sibuk komen cuma lihat dari luarnya saja, ga ngalamin.  

Soal materi buat dua-duanya juga cuma perkara remeh temeh. Jadi seorang CEO perusahaan di usianya yang masih kepala tiga tentu sebuah pencapaian prestasi bagi seorang wanita karir. Di lain sisi, Nick ga jeri dengan statusnya Arini. Janda yang mapan. Hal mana yang kalau dialami oleh cowok lain bisa-bia mundur teratur. Bisa bikin minder.   Nick ga  kurang duit, tapi  kerjaan!Jauh-jauh dari Jerman ke Yogya cuma buat ngejar  Arini. Nick cuma mau Arini. Meski sebelumnya mereka sempat berantem, tapi itu cuma letupan kecil yang memeriahkan proses pedekate. Ga seru, kan, kalau semuanya berjalan mulus-mulus aja tanpa rintangan?

Salah satu scene yang saya suka adalah ketika Nick mengajak Arini ketemuan ayah dan ibunya. Dengan santainya Nick membalas telak sindirian ibunya soal gap umur dengan celetukan seperti ini:
"Kalau Arini panggil Mama  Mba, aku juga boleh dong panggil Mama, Mbak?" 
Untung lah ga dikeplak :D

Terus apa lagi yang menarik dari Arini ini? Selain akting Aura Kasih dan Morgan Oey, eksekusi naskah dan pembabakan film dengan alur maju mundurnya itu, lalu  ada latar film yang ngambil Jerman dengan arsitektur kotanya yang klasik,  saya juga suka dengan theme song yang dinyanyikan oleh Morgan Oey, Do You Really Love Me. Menurut saya lagu ini paling related dengan ceritanya.  

4 dari 5 bintang saya kasih buat film ini. Kalian harus nonton, ya! Tapi inget jangan ajak adik, anak atau ponakan yang belum 17 tahun. Yes, karena film ini ditujukan untuk penonton berusia 17 tahun ke atas. 






Post a Comment

6 Comments

  1. Wah jadi pengen nonton nih mbak efi 😀

    ReplyDelete
  2. Ada kissing-kissing ya? Hehe.
    Aku liat iklannya di tipi aja suka, musiknya yg nambah bikin penasaran, kok mendayu-dayu gimanaa gitu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak, ada :) Tapi imho nih ga sevulgar Love for Sale. Ada 2 adegan kissing kalau ga salah. Iya lagunya bikin hanyut hehehe

      Delete
  3. Blom kesampaian mau nonton ini. Sejak tahu ini adaptasi dari novel dan recycle dari film lawas. Semakin penasaran dibuatnya. Cuma udh sedikit bioskop yg muter ini film

    ReplyDelete