Kalau awal tahun
2014 saya membaca buku teh Ifa Avianty (hohoho sok akrab, ya?) yang judulnya Home
dan Ranu yang duet bareng , tahun
2015 ini, saya baca lagi buku anyarnya yang berjudul “Bukan Cinderella”. Entah kebetulan atau gimana, saya suka bercanda kalau posting
malam-malam suka
nyebut-nyebut Cinderella yang belum pulang , keasikan ‘ngelayap’ di pesta dansa.
![]() |
credit: foto sendiri |
Kalau dipikir-pikir,
dongeng klasik yang satu ini emang paling happening, drama queen
banget gitu, deh. Siapa
juga yang ga mau ketemu Prince Charming
yang baik hati, ganteng,
baik hati, dan tidak sombong (in your dream, Fi...!).
Nyatanya, nobody perfect. Sama
kayak jalan cerita di novel ini. What
you see is not always what
you got. Enggak selalu yang tampak sempurna alias perfecto aslinya mendekati persis seperti
apa yang kita harapkan. Uhuk... Let’s
wake up.
Yuk bahas buku ini aja, ya.
Judul Buku : Bukan Cinderella
Penulis : Ifa Avianty
Penerbit : Noura Books
Dimensi : 138 mm
x 206 mm
Jumlah Halaman : 215 + vii
ISBN : 978-602-1606-87-2
Harga : Rp. 44.000,-
Blurb:
“Aku nggak setuju kamu
kerja di sana”
“Ke-kenapa, Ndra?”
tanyaku gugup. Kenapa dia
berubah pikiran? Kemarin dia setuju.
Sorot Matanya
kali ini membuatku merinding.
“Aku ... nggak suka cara calon bosmu menatapmu.”
Aku bingung.
“Kamu beneran nggak ngerti?”
Aku menggeleng.
“Dia itu ... caranya menatapmu menandakan... dia menyukaimu, menyayangimu..”
Andra melipat kedua lengannya di dada. Aku jdi salah tingkah sendiri menyadari sikapnya. Dia lalu menggenggam jemariku.
“Tidak ada satu suami pun
yang mau istrinya ditatap sedemikian
rupa oleh laki-laki lain. Aku suamimu, Laili.”
Dan, aku cuma istrimu,
Andra, Bukan wanita yang ada di
hatimu. Dan kamu tidak pernah
mencintaiku.
Bukankah begitu?
Resensi:
Oke, note, bold, underline dan kalau perlu italic 2,
kalimat terakhir dari blurb. “Aku cuma istrimu,
Andra, Bukan wanita yang ada di
hatimu. Dan kamu tidak pernah
mencintaiku.”
Ya, Laili menikah dengan Andra karena dijodohkan. Tidak segetir nasib Siti
Nurbaya memang. Malah,
siapapun mungkin sekilas bakal iri melihat posisi Laili. Dinikahkan dengan Andra, anak
tunggal pemilik perusahaan, ibunya Andra
yang milih dan Andra pun mau.
Berkat menikah dengan
Andra, Laili berubah jadi seorang puteri
yang asalnya seperti upik abu. Setelah kedua orang tuanya meninggal,
Laili jatuh bangun membagi waktu
untuk kuliah dan mencari penghasilan dengan usaha catering dan
menjahit demi membiayai kuliahnya, hidupnya juga untuk adik semata wayangnya Yusuf a.k.a. Ucup
O, ya Andra ini adalah
sahabat Ucup, teman sepermainannya sejak
kecil. Jadi, Laili menikah dengan
berondong? Yaaaa... seperti itu. Usia Laili 5 tahun lebih tua dari Andra. Dan... Andra memang anak
tunggal, dimanja ortu. Tapi bukan itu
masalahnya. Laili enggak ada masalah membaktikan hidupnya untuk suaminya.
Masalahnya, Andra terusik oleh cinta lamanya, Pegi alias Pepey, yang
juga saudara tirinya.
Laili bersedia untuk
membatalkan tawaran pekerjaan dari Ardi,
cinta lamanya dulu. Padahal Ardi sudah
menikah, lho. Oke, fine. Tapi kenapa sama Pepey
yang nota bene masih jomblo alias
lajang, Andra ga bisa move on? Ga fair, dong!
Makanya, Ucup
yang tau banget Andra
seperti apa, memberi sebuah syarat. Tidak ada hubungan
suami-istri sebelum Andra bisa sepenuh
hati mencintai Laili dan melupakan Pepey.
Absurd memang. Makanya,
mamanya Andra juga heran dan ngambek begitu tau Andra dan Laili “belum ngapa-ngapain.” Andra sesungguhnya mencintai dan naksir Laili, bertahun-tahun
sebelum menerima ‘perintah’ untuk
meminang Laili. Cuma ya itu, Andra masih
membelah sisi hati lainnya buat seorang
Pepey yanng ternyata punya penyakit.
Akhirnya, kekakuan itu cair, meski masih cuek dan saling curigaan,
Laili akhirnya hamil. Lalu hadirlah
Pepey, mengacaukan mimpi indah
Laili yang baru saja terbentuk, mengacaukan niat kuat Andra
yang mencoba menutup lembaran
masa lalu.
Udaaah.. segitu aja
bocorannya.
Yuk bedah sisi lainnya,
ya. Kalau sudah pernah baca buku-buku
lainnya dari teh Ifa, pasti tau banget
ciri khasnya. Penokohannya pake
sudut pandang aku, di mana setiap tokoh
bercerita pada pembaca, kayak curhat gitu.
Bedanya, di buku yang ini, ga ada
rombongan sirkus seperti di beberapa novel lain yang melibatkan banyak tokoh. Tokoh yang terlibat di novel ini - selain Laili dan Andra - , cuma Ucup, Pepey dan Mamanya Andra yang menonjol dan ikutan
‘ngobrol’. Sisanya cuma jadi pemeran figuran seperti para asisten
di rumah Laili, malah papanya Andra dan cinta lamanya Laili, Ardi
ga ikutan ngomong. Kalau mereka ikutan
curhat lagi, pasti lebih seru dan novelnya lebih tebel hehehe...
Konfliknya jadi lebih
simple. Masih dengan ciri khas teh Ifa,
dengan latar lagu-lagu lawas tahun 80an ke belakang, masih ada kue-kue,
cokelat teh dan kopi, kutipan dialog dari film,
beberapa celetukan yang
nyunda dan tentu saja gaya bahasanya
yang mengalir, renyah dan kenes.Selalu ada bumbu ketika tokohnya merasa di titik nol, lalu menemukan
Allah satu-satunya harapan. Eh
tapi, enggak ada kesan menggurui, kok.
Yang paling berkesan buat
saya adalah halaman 181 ke sana. Suer deh, saya ikut merasakan emosi
Laili. Meski belum
merit, saya ngerasain keselnya
ada orang ketiga dalam sebuah hubungan,
mana udah nikah pula (sotoy banget? enggak
lah, naluri perempuan ini mah :D) Kalau saya
yang jadi Laili udah saya siram aja tuh Pepey sama jus hehehe *lelepin tanduk dulu*
Dan seperti tulisan
lainnya, Endingnya selalu berakhir
manis. Ya kira-kira aja kayak gimana
endingnya, tapi perjalanan menuju
endingnya ga bakal saya bocorin di sini.
Jadi? Ya beli dooong ....