Hah, emang Freddie tonggos?
Gitu lho yang pertama kali kepikiran waktu saya nonton film ini. Kalau nonton youtbenya Queen ya udah nonton aj sih, ga sampe detil merhatiin mulutnya segala, kecuali kumisnya itu yang lebat. Sengaja waktu awal-awal teaser film ini heboh, saya juga ga nyari tau bocoran behind the the scene atau tulisan lainnya yang ada hubungannya sama film ini, kecuali pas ada temen yang geshare ini di facebooknya.
Biar ga terkontaminasi spoiler yang makin banyak, saya mutusin buru-buru nonton film ini. Waktu itu saya nontonnya di Cinemaxx Istana Plaza. Nonton di sini lumayan asik buat saya. Walau pilihan filmnya ga banyak (cuma ada 4 studio aja), tapi dari segi harga dan jarak dari atau ke rumah itu terjangkau. Untuk ukuran box office, bisa dipastiin bakal tayang di sini juga.
Bayangan saya yang bakal nonton bakal dipenuhi abg 70-80an ternyata meleset. Ada anak SMA juga yang nonton film ini. Belakangan pas saya share soal film ini di facebook,Fauzan, anaknya Teh Dey yang masih SMA pun ngefans sama Queen, bandnya Freddie ini.
See? Jadi ternyata fansnya Queen ini lintas generasi. Somehow saya suka mikir, lagu-lagu 80-90an itu emang evergreen. Ga harus sejaman sama musisinya buat jadi penggemar.FYI, pas band Queen ini lagi jadi rock star, saya belum lahir, lho.
Oke, kita bahas filmnya lagi, ya.
Sisi Lain Tentang Freddie
Tadinya saya pikir Freddie yang penyayang kucing (bayangin, semua kucingnya pada dikasih kamar satu-satu) itu seorang homoseksual.
Beuh, salah. Ternyata doi punya orientasi seks sebagai seorang biseksual. Lagu Love of My Life ditujukan buat Mary, gadis yang pernah jadi pacarnya. Nyesekin waktu dia ngasih liat video konser lagu ini, dan ngasih pengakuan soal kecenderungannya.
Nah pas di scene dia miara kumis, kalau kata Brian May temen bandnya, Freddie jadi malah lebih keliatan sebagai seorang homoseksual. Masa sih? Kok saya malah jadi inget Burt Reynolds,. Kadang di sisi lain saya kayak merasa ngeliat Rami Malek yang jadi Freddie ini kayak Robie Williamsnya Take That.
![]() |
gambar dari nme.com |
Kalau masih muda, Freddie tampak flamboyan dengan rambut ala-ala cowok rocker tahun 80an itu. Somehow saya jadi inget rambut ala-ala Warkop pula. Ya emang Queen booming di masa Warkop sih :D. Pas miara kumis malah ngingetin saya sama tampang aktor laga Burt Reynolds, lho. Kumisnya sih, yang setipe.
Di lain scene, gaya rambutnya yang gondrong jadul itu sekilas ngingetin sama Mick Jagger. Gimana ga kurang laki tuh dia? Walau ada sih scene dia yang dandan ala-ala bencong plus dadanya yang super busung nyaingin Pamela Anderson. Tapi ya tetep kumisnya itu bikin geli.
Kesimpulannya, penampilan seseorang kadang bisa mengelabui.
By the way, ngomongin soal makna lagu, jangan ambil pusing makna-makna lagunya Queen. Kayak dibilang Freddie sendiri, ga semua lagu harus dimengerti maknanya. Termasuk Lagu Bohemian yang kalau ditelaah malah bikin puyeng, ga jelas hubungannya. Semisal kata-kata bismillah di lagu ini ga ada hubungannya sama latar belakang agama Freddie, kaena dia seorang penganut zoroaster alias majusi atau kita kenal dengan penyembah api.
Apa coba hubungannya bismillah, galileo, figaro dan sacaramouche? Saya sempet nemuin link youtube yang menganalisis lirik Bohemian Rhapsody. Kolom komentarnya dipenuhi dengan bullyan dan omelan karena analisanya yang ngasal.
Shy Guy - Privasi?
Kalau ada yang bilang Freddie itu seorang shy guy, di film ini ga kentara. Kurang keliatan. Lebih terlihat sebagai tipikal orang yang sangat menghargai privasi.
Dia ga suka mengumbar hal-hal pribadi soal hubungannya dengan para pacarnya atau bahkan keluarganya. Mungkin dia berbohong soal keluarganya (ada adegan wartawan yang rese nanya-nanya soal barisan para mantan dan keluarga kemudian diskak dengan pertanyaan baliknya) tapi dia ga suka dikasih pertanyaan yang ga ada hubungannya dengan musik.
Dua Lagu Paling Gokil
Saya paling suka dua lagu yang bawaanya pengen nyanyi terus selama film ini adalah Bohemian Rhapsody. Saya ketawa ngikik pas di scene yang nyeritain harus berapa kali Roger harus melengkingkan "Galileo" entah sampai oktaf level berapa pas tapping. Sampai-sampai Roger nanya, "how many Galileo do you want?" Risiko sih ya kalau punya temen yang sangat totalitas dan perfeksionisnya kayak Freddie. Untungnya mereka tuh pada selow dan strong mengimbangi karakternya Freddie.
![]() |
gambarnya dari IDN Times |
Mau coba-coba tarik suara kayak Roger di lagunya Bohemian? Silakan kalau siap nanggung risiko speechless, eh maksudnya jadi kehabisan suara.
Satu lagi yang paling epik buat saya di film ini adalah We are The Champions. Semacam mood booster. Saya jadi inget kalau intro lagu ini juga dijadiin yel-yelnya anak-anak fakultas teknik di Unisba.
Saban lagi masanya taaruf (gak tau kalau sekarang, ya, Unisba nyebutnya masa pengenalan dari Universitasm fakultas dan jurusan dengan sebutan taaruf, bukan ospek), yel-yel anak-anak teknik ini paling mencuri perhatian. Lirik We will rock you diubah jadi teknik... teknik... Keren sih menurut saya, karena terkesan sangat powerfull.
Terkesan bukan karena pernah ada gebetan (((gebetan))) anak teknik, Fi? Enggak, lah. Suer :D Impres aja sejak tahun pertama masuk. Jangan-jangan yang bikin yel anak teknik Unisba ini adalah fansnya Queen. Mungkin ga, sih? *yaelah Fi, cari tau sendiri napa*
Kesetiaan ala Freddie
Freddie boleh jadi seorang player, banyak gebetan di sana sini. Sempet kesel waktu dia meminta Mary Austin untuk tidak melepas cincinnya tapi tetep meminta Mary menerima pengakuan kecenderungan seksualnya.
![]() |
gamabrnya dari express.co.uk |
Entah apa makna kesetiaan buat Freddie. Meski punya musikalitas yang luar biasa, Freddie sangat loyal sama temen-temen bandnya. Dia ngamuk luar biasa waktu digoda buat bersolo karir dan ninggalin temen-temennya.
Mereka ini udah kayak keluarga kedua, segalanya. Sempat diem-dieman sama temennya tapi dia ga tahan untuk ga balikan lagi. Sebelum konser Live Aid itu jadi adengan titik balikannya lagi Freddie sama temen-temennya. Dan bagi Freddie, semua lagu ditulis atas nama Queen. Bukan atas nama dia, Brian, Rog atau Decay. Sama temen-temennya ini aja pula Freddie mau terbuka. Bahkan sama para pacarnya dia ga cerita banyak, apalagi pas divonis terkena aids.
Boleh ga, kalau di lagu ini diselipin lagunya Keluarga Cemara? *eh gimana?*
Determinasi dan Kepercayaan Diri
Freddie emang nekat. Dalam satu scene dia ngajak temen-temennya menjual mobil biar bisa rekaman. Tahun 70an kan belum ada indie label. Dengan kepercayaannya itu, pengorbanannya dapat bayaran yang setimpal. Mereka lalu dipinang EMI Record buat teken kontrak. Freddie pernah minder dengan giginya yang tonggos, tapi dia sangat percaya diri dengan kemampuannya. Nobody perfect, yekan?
Saat menjelang konser Live Aid. Karena stdion Wembley yang jadi ajang konsernya Live Aid adalah stadion terbuka tanpa atap, kurang lebih Freddie bilang gini sama temen-temennya: "Kalau gitu kita akan melubangi langit".
Selama dua jam lebih nonton film ini, saya gak bisa nahan kaki untuk goyang-goyang saking asiknya lagu-lagu yang dimainkan. Ikutan nyanyi? Iya, tapi menggumam aja sih hahaha.
Terlepas dari gaya hidupnya Freddie dan kontroversinya, kita belajar buat ga minder dengan kekurangan yang dimiliki, ga nyerah dan punya totalitas yang maksimal. Setotalitasnya Rami Malek yang jago menduplikasi gesturenya Freddie (bandingin dia sama Freddie aslinya di video-video yang saya lihat) atau seniatnya banget tim makeup yang dandanin para castingnya yang juga mirip.
Kalau sempet dan punya waktu luang, ga rugi nih nonton film ini dua kali. So, saya kasih bintang 8,5 dari 10 buat film yang outstanding ini.
Kalau sempet dan punya waktu luang, ga rugi nih nonton film ini dua kali. So, saya kasih bintang 8,5 dari 10 buat film yang outstanding ini.