Review Novel: Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Akhirnya, kesampaian juga  saya bisa baca novel terbaru Tere Liye: "Teruslah Bodoh, Jangan Pintar". Pas banget keluarnya bareng masa kampanye, jadi banyak yang ngomongin di media sosial. Katanya sih novel ini relate banget dengan keadaan sekarang.

Benarkah?

Judul novel ini bisa dibilang provokatif. Sepupu saya sempat mengerutkan keningnya waktu baca judul buku ini. Aneh. Kenapa harus jadi orang bodoh? Seperti itu ekspresi wajahnya.

Siapa juga kan, yang mau jadi orang yang dibodohi terus-menerus?

Novel ini berlatar di masa depan di mana orang-orang dibagi menjadi dua kelas: orang pintar dan orang bodoh. Orang pintar memiliki semua kekuasaan dan kekayaan, sedangkan orang bodoh ditindas dan dieksploitasi.

Terus, semua orang pinter brengsek gitu? Nggak juga. Masih banyak yang baik hati dan berani melawan. Tapi ya, ada juga yang memanfaatkan kepintarannya buat kekuasaan dan kekayaan.

Awal ceritanya dibuka di sebuah  ruang sidang. Aamd jadi  saksi pertama yang bercerita soal masa lalunya yang kelam. Tidak mudah baginya untuk menceritakan kembali kronologis temannya yang meninggal di danau bekas galian tambang, gara-gara perusahaan tambang serakah. Uang dan kekuasaan bisa ngatur segalanya, termasuk melindungi perusahaan tambang dari jeratan hukum. 

Rumit memang.

Kalau dalam novel-novel Tere Liye sebelumnya punya tokoh utama yang identik dengan masa lalu dan hadir kembali untuk memperjuangkan ‘masa lalunya yang kacau’ pada novel ini representasi masa lalu hadir melalui orang ketiga yang datang silih berganti untuk menceritakan kesaksian dan pengalamannya. Dari merekalah terurai kisah-kisah getir yang terjadi karena eksploitasi oleh perusahaan tambang.

Saya merasa patah hati ketika mereka bukan saja kalah dan harus menyerah tapi juga penghianatan orang terdekat yang tidak pernah terbayangkan. 

Bukan hal yang mudah untuk bertahan membaca sebuah cerita yang terus menyorot satu kejadian apalagi ruangan persidangan dengan dinamika debat dan adu argumen.Walau sempat bosan dan menunggu ujung kesaksian, alur cerita yang maju mundur dari para saksi lalu bergeser ke suasana warung kopi bukan cuma membuat saya sebagai pembaca jadi rileks untuk lepas dari kejenuhan suasana sidang tapi juga melihat dari berbagai sisi yang dialami oleh saksi-saksi.

Sebel banget dan rasanya pengen nonjok sama pengacara tergugat (dalam hal ini pihak perusahaan tambang). Rese. 

Kenapa sih, dia bisa punya banyak cara yang sedetil itu untuk selalu mematahkan kesaksian? Ini akan terasa intimidatif bukan buat saksi tapi juga pengacara dari pihak penggugat (aktivis lingkungan).

Banyak yang bilang kalau ceritanya mirip sama yang lagi happening sekarang, soal tambang dan segala macamnya. Tapi Tere Liye sudah membuat disclaimer pada halaman awal bukunya. ini murni fiksi. Tokoh, cerita, dan latarnya semua fiksi. Endingnya pun dibuat buat keperluan cerita aja.

Walaupun fiksi, ceritanya detail banget. Sampai-sampai saya membayangin beberapa tokohnya itu mirip siapa di dunia nyata. Seperti aktivis yang wajah dan matanya rusak kena siraman air keras, atau penulis yang mirip sama orang tertentu.

Saya cuma butuh beberapa hari buat ngabisin buku ini. Sedih, marah, kecewa, semua campur aduk pas baca tentang kebiadaban perusahaan tambang dan antek-anteknya.

Di sisi lain, saya juga dibuat kagum sama beberapa tokoh yang berani melawan. Walaupun mereka tidak terkenal, mereka punya integritas yang jarang ada. Mereka seakan mewakilin keresahan kita sebagai pembaca terhadap ketidakadilan yang terjadi.

"Teruslah Bodoh Jangan Pintar" memang fiksi ilmiah, tapi ada beberapa kemiripan sama situasi pertambangan nikel di Indonesia. Salah satu tokohnya bahkan namanya sama kayak yang lagi dibicarakan di media sosial.

Korporasi raksasa di ceritanya menguras sumber daya alam seenaknya buat keuntungan sendiri, tanpa peduliin masyarakat sekitar. Kasih kerjaan sih memang. Tapi mendatangkan tenaga asing untuk level buruh lapang, apakah harus mendatangkan dari luar? Belum lagi perbedaan gaji yang jomplang antara tenaga pribumi dan tenaga asing. Dengan entengnya pihak perusahaan memberi pilihan kalau tidak suka, ya udah keluar aja. Ngenes.

Entah kebetulan atau apa, Tere Liye emang jago bikin novel yang menarik dan relate. Bukunya sempet trending topic loh!

Satu hal yang pasti, novel ini membuka banyak hal baru dan memberi inspirasi buat kita semua. Agar tidak terus-terusan jadi orang bodoh yang gampang dibodohi, dan mau berusaha untuk tau lebih banyak. Dan tentu saja jadi orang pinter yang tidak hilang nurani. 


Post a Comment

0 Comments