Belum banyak tau tentang buku ini, setidaknya teman-teman
yang saya kenal waktu saya nyebut The Alchemyst.
Kebanyakan bakal mengasosiasikan dengan bukunya Paulo Coelho. Ya ga
salah, juga. Paulo Coleho juga populer dengan judul
buku yang kebetulan juga mirip. Bedanya Paulo Coelho
menulis buku The Alchemist dan Michael Scott
menulis buku The Alchemyst.
Selain beda antara “i” dan “y”, beda lainnya The
Alchemyst yang lagi saya ceritain ini adalah kisah fantasi -
ditulis dalam 6 seri. Setelah buku seri ke-5 The
Warlock dirilis tahun 2011 (beredar di Indonesia bulan Januari tahun
2012), seri terakhirnya, The Enchantress ditulis tahun 2012 dan baru
beredar di Indonesia pada pertengahan tahun 2013.
Saya sendiri baru dapat buku ini awal tahun 2015 kemarin. Salah
saya sendiri, nunda-nunda mau beli eh pas beneran niat beli eh udah
abis. Makanya waktu nemu lagi buku ini tersisa 2 pieces
di rak buku Gramedia buru-buru ambil satu dan bawa ke kasir.
Sorry to say kalau bahas buku ini bakal banyak spoilnya.
Resensi 5 buku sebelumnya saya tulis sekaligus di sini dan demi
menuntaskan resensi sebelumnya, saya ceritain seri terakhirnya sekarang,
ya. Iya tau, untuk nulis review buka ini terbilang telat.
Tapi ga papa, kan?
Kalau di awal cerita, John Dee jadi
biang kerok kericuhan yang menarik si kembar Sophie dan Josh
dalam lingkaran persaingan para tetua, di seri terakhir ini John
Dee dibantu Marethyu, Sang Kematian berusaha menebus
dosanya, meski jadi renta karena keabadiannya dicabut Isis
dan Osiris.
Perseteruan para tetua mengerucut menjadi dua kubu, Bastet
si dewi kucing yang juga jadi emaknya Anubis - yang
juga adiknya Aten vs Isis Osiris yang juga terlihat
mirip Sarah dan George Newman - “ayah dan ibunya”
pasangan si kembar Sophie dan Josh .
Bastet sangat bernafsu untuk mendudukkan Anubis sebagai penguasa
Danu Talis dan menyingkirkan Aten. Bagi Bastet, penghalang
terbesar ambisinya bukan Aten yang behati
lembut dan disayangi manusia di Danu Talis. Sandungannya “hanya”
Isis dan Osiris yang juga ingin Sophie dan Josh jadi penguasa Danu Talis. Meski
berambisi dan ingin menyingkirkan ibunya, sebenarnya Anubis sangat
penurut dan takut dengan ibunya Bastet. Beda banget dengan
Sophie dan Josh yang bandel melawan ambisi kedua
orangtuanya, terutama Isis. Ngomong-ngomong di antara para tetua
yang berambisi menguasai Danu Talis ini
hanya Isis dan Osiris yang penampakannya masih seperti
manusia. Lainnya jelek banget, kayak monster-monster di film Hollywood gitu, deh.
Diantara perseteruan antara Bastet dan Isis - Osiris, masih ada para
manusia abadi yang berusaha memuluskan jalan
kubunya masing-masing. Para manusia abadi yang
tidak ingin bumi rusakini antara lain ada Saint Germany, Joan of Arch,
Scathach, Prometheus, Palamedes dan manusia
romantis yang pernah dikenal sejarah, William Shakespeare
juga beusaha menggagalkan ambisi Bastet. Lalu
ada juga Niten lebih kita kenal dengan nama Miyamoto Musashi,
(samurai dan ronin legendaris dari Jepang) yang memendam cinta selama ratusan tahun
pada Aoife, saudara Scathach.
Entah gimana ceritanya, di sini Niten bisa bersama Prometheus -
yang bisa muncul di dua zaman - berusaha menghadang
spartoi, semacam monster jelek dengan wujud buaya yang
berjalan degan dua kaki yang lahir dari 32 gigi
putih yang ditanam Bastet dan dan hidup dari darah
Quetzalcoatl.
Kalau dulu Billy the Kid, Machiavelly, Elang hitam dan Mars
Ultor (yang juga pernah jadi suami dari Tsagaglalal) menghamba
pada tetua gelap, mereka berputar haluan melawan untuk menebus
dosa masa lalunya meski harus rela kehilangan keabadiannya. Ada
Aerop-Enap, dewa laba-laba yang kebluknya minta
ampun. Dewa laba-laba ini betah nian tidur di balik penjara Al Catraz. Padahal Aerop-Enap adalah jadi tumpuan terakhir pasangan Nicholas Flamel
dan Prenelle yang juga mempertaruhkan sisa umur 1
hari mereka untuk menghadang monster-monster semacam Unicorn yang membuat
kekacauan di San Fransisco dan menghancurkan dunia.
Tau Virginia Dare yang terkenal dengan tiupan seruling mautnya? Dia juga menjadi manusia abadi yang ingin menjadi
manusia yang baik mengembalikan dunia pada manusia. Ada Bdab kembaran Dewi Gagak, yang sama-sama hidup dalam tubuh Morigan
namun berhati lembut. Kembalinya Abraham Magi sang penulis Codex yang
bertemu kembali dengan kekasihnya, Tsagaglalal yang punya kakak Gilgamesh. Keduanya ini sama-sama anak dari Prometheus. Ngomong-ngomong soal Prometheus, pernah dibuat juga
filmnya di tahun 2012 dan mendapat beberapa penghargaan. Sama
dalam mitologi yang dikisahkan di novel yang memang dibesut
masternya mitologi Irlandia, film Prometheus juga
menceritakan penciptaan manusia pertama. Well, sebagai
muslim, jangan dipercaya lah ya kisah ini.
Selain memang menerjemahkan novel ini, Mohammad Baihaqqi
dan Lisa Indriana Yusuf piawai mengalihkan bahasa (bukan plek
ketiplek nerjemahin) jadi enak dicerna, Michaell Scott perlu membuat riset 10 tahun sejak tahun 1997 sebelum akhirnya novel The
Alchemyst ini dirilis. Scott dibantu puluhan orang
untuk membuat tulisannya ciamik dan enak dibaca ini.
Kerennya lagi novel ini selalu dibumbui ketegangan
dari setiap bab dengan alur yang smooth perlahan
naik, lalu kembali mereda dan kembali riuh dengan
adu kekuatan dan kecerdikan para tokoh didalamnya
untuk saling menyingkirkan dan menghancurkan.
Tapi bukan cuma itu saja, ada banyak sentuhan dramatis
yang menyentuh hati. Seperti Schathach yang merindukan
kembarannya, Aoife. Tsagaglalal yang juga dikenal dengan nama Zephaniah
yang menyimpan rindu pada Sang Maggi, dan ayahnya
Prometheus. Prometheus yang berkorban agar Niten
bisa mencoba mencari kesempatan untuk mencari dan mengatakan cinta
pada Aoife, Flamel dan Prenelle yang tumbuh menua bersama selama ratusan
tahun dan kebingungan si kembar tentang jati diri mereka
dan siapa orang tua mereka sebenarnya.
Aman dibaca anak-anak remaja? Aman, pake banget. Keren deh nih
Michael Scott, tidak ada adegan vulgar yang diceritakan. Andai
diangkat lagi menjadi film (The Alchemyst sudah dibuat
filmnya meski ga masuk ke Indonesia) mesti jadi film keren
dengan spesial effect yang keren, ngalahin megahnya film The
Hobbits atau Lord of The Rings.
Biar enak mengunyah ceritanya dan ga pusing mencari hubungan antara tokoh di dalam novel ini, mesti baca dulu
dari buku pertama, The Alchemyst. Meski rata-rata tebalnya 632
halaman, ga usah keder atau jiper membaca buku ini.
Bisa cepat selesai, kok. Kalau santai, satu buku bisa kita
selesaikan 5-7 harian. Resikonya? Ya siap-siap begadang
dan siapkan kopi saja, ya hehehehe...
![]() |
ini rumahnya Nichlas Flamel di Paris credit: http://www.dillonscott.com/ |
![]() |
credit: http://www.dillonscott.com/ |
Oh ya, sedikit mengulang spoil di review sebelumnya,
semua tokoh di dalam novel ini (kecuali Sophie
dan Josh) adalah tokoh yang dikenal dalam mitologi yang pernah
ada dalam peradaban dunia.Mulai dari Mesir, Yunani sampai Irlandia.
Coba deh googling beberapa nama yang saya sebut di sini. Bisa
ditemukan tulisannya tentang mereka. Bahkan John Dee, Musashi, Billy The
Kids dan Niccolo Machiavelli adalah tokoh yang nyata. Begitu
juga dengan tokoh Nicholas Flamel. Kalau kita datang ke Paris, bisa
mengunjungi rumah Flamel di 51 Rue de Montmorency yang sekarang digunakan
jadi restoran. Hmmm, jadi kapan ya saya bisa ke Paris? Biar bisa jalan-jalan dan melihat rumahnya Nicholas Flamel. Ada sponsor? :D