Maneken, Ketika dua boneka jatuh cinta

I am so glad i found you 
i'm not gonna loose  you
what ever it takes
i will stay here with you
Lirik dari band jadul Starship itu tiba-tiba  teringat lagi waktu saya membaca novel  Maneken yang ditulis  oleh SJ Munkian.  Coba googling, cari lagu Nothing's Gonna Stop Us Now.  Lagu ini adalah OSTnya film Mannequin yang dibintangi oleh Andrew McCarthy dan Kim Cattrall. FYI, waktu film ini  muncul saya juga masih bocah, suer deh.  Tahun 1987 saya masih SD kelas 2  atau kelas 3. Sementara SJ Munkian yang nulis novel Maneken ini baru lahir 1993. Jauh, ya?

Sama-sama mengambil judul Maneken  (lidah bule nyebutnya Mannequin) keduanya bercerita tentang boneka peraga busana yang ternyata punya rasa dan jatuh cinta. Bedanya, yang versi film itu, tokoh mannequin yang diperankan oleh Kim Catrall sebagai Emmy itu dulunya seorang puteri cantik - yang hidup di jaman raja-raja dulu.  Emmy menjadi patung karena sesuatu  hal, kemudian  tubuhnya yang membatu itu tenggelam ke sungai dan ditemukan di tahun 1980an lalu dijadikan mannequin di sebuah toko.  Emmy  kembali hidup dan jatuh cinta pada seorang pria, Jonathan Switcher (Andrew McCarthy)  namun ternyata perjalanan cintanya penuh drama. Di novel Maneken ini dua-duanya sama-sama maneken. Kok bisa, ya?

Judul Buku: Maneken
Penulis : SJ Munkian (Sang Aji Munkian)
Penerbit: Republika - 2015
Genre: Romance
Tebal : x + 181 halaman
Dimensi:  13,5x 20,5cm
http://www.akunbuku.com/2016/05/maneken-ketika-dua-boneka-jatuh-cinta.html

Seperti itu juga cerita dua maneken di novel ini. Claudy dan Fereli. Claudy adalah nama tengah dari Sophie Claudia Fleur sementara Fere adalah nama  kecil dari Bailey Fereli, lelaki Perancis yang dipuja setengah mati oleh Sophie. Claudy lebih dulu menjadi primadona di Medilon Shakespeare butik milik Sophie. Tidak seperti Emmy yang mudah jatuh cinta pada Jonathan pada pandangan pertama,  Claudy awalnya ilfil pada Fereli yang sering mengajarinya  bahasa Perancis, bahasanya Bailey Fereli, kekasih Sophie yang sangat dicintainya.  Sophie yang tipikal  Miss Perfecta merepresentasikan kisah cintanya dalam bentuk dua maneken itu tadi. Ia meminta pembuat maneken, Tuan Sinclair untuk membuat versi boneka dirinya dan Bailey.

Meski diam mematung dan tidak bisa  bergerak seperti manusia, sesungguhnya Claudi dan Fere 'hidup'. Kecuali makan, mereka bisa melihat, mendengar dan bisa berbicara dalam bahasa yang hanya bisa dimengerti sesama mereka.

Iya sih, sepintas ekspresi wajah keduanya datar seperti maneken lainnya, tapi Claudy dan Fere mempunyai chemistry tersendiri.  Ekspresi mereka seperti hidup, membuat para pengunjung toko terhipnotis, sukses  membuat mereka  untuk membeli pakaian yang diperagakan keduanya di etalase dalam setiap  tema pada pergantian musim yang dipromosikan Medilon Shakespeare.

Rasa cinta  yang semakin bertumbuh antara Claudy dan Fere berbanding terbalik dengan apa yang dialami  oleh Sophie.  Mimpi masa depannya   yang terusik membuatnya marah. Emosi yang menyulut Sophie mengancam  nasib Claudy  dan Fere. Tidak ingin kehilangan Claudy, Fere berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan maneken cantik itu. Fere harus berpacu dengan waktu, melawan Sophie yang  menjelma menjadi seorang 'psikopat' yang mengerikan.
Bagaimana rasanya ketika jantungmu diambil?
Ah kau tak akan merasakannya. 
Yang ada kau tewas sebelum merasakannya.
Sementara aku mesti menanggu rasa itu.
Claudy - halaman 138-139
Awalnya waktu membaca novel  ini memerlukan kesabaran ekstra. Diksi  ala penulis membuat saya harus pelan-pelan mengunyah cerita ini, bukan karena beberapa  bahasa Perancis  yang diajarkan oleh Fereli pada Claudy itu.   Tapi gaya bertuturnya yang tidak  biasa. Tapi lama-lama saya mulai menikmati gaya puitisnya yang unik, lho. Selain menambah kamus bahasa Perancis, saya juga menyukai obrolan yang dalam antara Claudy dan Fere yang filosofis seperti tentang karakter manusia atau kemampuan maneken yang tidak dimiliki manusia. Lucunya Claudy tidak menyadari hal ini.

Beberapa kali mulut saya membulat 'ooh'. Ada sisi lain juga yang saya temukan, ketika ide  Sophie berhasil menjadikan toko pakaiannya adalah jelmaan strategi marketing dengan sentuhan instuisinya yang cemerlang. Entah berapa banyak buku manajemen  yang dilahap penulis  untuk yang satu ini.

Terbagi dalam 5 bagian dan 34  bab, novel ini punya keunikan lain. Judul setiap bab hanya satu kata dan selalu  ditulis dalam bentuk pasif (Di).  Seperti Dinamai, Dipaksakan, Diklasifikasikan,  Didatangi dan Ditinggalkan, menggambarkan posisi  Claudy dan Fere sebagai  maneken yang pasif,  tidak bisa bergerak. Hanya bisa menurut  untuk berpose apapun di etalase sesuai skenario  yang dibuat oleh Sophie dan karyawannya. Claudy pun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengeluh ketika tirai di etalase menutupi keasikannya memandangi kehidupan di luar sana.

Kebosanan  saya dengan monolog  Claudy yang menceritakan suasana di dalam butik, tentang para pejalan kaki yang melintasi Medilon Shakespeare atau pengunjung Capulet Cafe mulai lumer ketika Fere muncul menemani Claudy di etalase  24 jam. Bahkan, ketika  kostum mereka diganti pun selalu berbarengan. Nah, bayangin sendiri deh kalau kita jadi salah satu dari mereka. Apa rasanya coba, terpaksa telanjang bulat di depan lawan jenis? Eits, tenang saja, meski genre novel ini tentan romance, enggak bakal ada adengan atau dialog triple X yang harus disensor, kok.

Yang menarik dari novel Maneken  ini SJ Munkian cukup berhasil memposisikan dirinya sebagai  Claudy dengan segala suasana perempuan yang moody,  pemalu atau ketakutan juga kemampuannya  menggambarkan  karakter Sophie sebagai lady boss yang detil dan rumit. Meskipun dalam beberapa bagian,  Fere muncul bercerita seolah-olah narator  yang bercerita,  peran Claudy cukup dominan dalam novel ini.  

Kalau mau tahu apa sih kemampuan para maneken yang tidak diketahui manusia dan apa yang mereka rasakan, kamu yang baca postingan saya yang satu ini wajib deh menyelipkan novel ini di antara koleksi bukunya.  Tiga dari 5 bintang saya kasih  buat novel ini.
http://www.akunbuku.com/2016/05/maneken-ketika-dua-boneka-jatuh-cinta.html



Post a Comment

14 Comments

  1. Ide yang diangkat dari buku ini unik ya. Mengambil POV benda mati. jadi penasaran, seberapa banyak persentase totalitas penulis merepresentasikan tulisannya sebagai benda mati.

    Semoga menang ya, Mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, seinget saya baru kali ini baca novel dengan POV dari bnda mati. Ga gampang kan, ya? Terimakasih ya Mbak Ipeh, aamiin :)

      Delete
  2. Setuju, strategi marketingnya bisa dicontoh ya ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku lupa, penulisna ini mahasiswa jurusan apa gitu ya, Lia. Tapi kalau ga salah bukan dari faklutas ekonomi, ya? Berarti risetnya keren, nih.

      Delete
  3. Teh, aku jadi penasaran, pengen baca langsung. Teh Efi harus tanggung jawab hahaha. Gimana rasanyanya kalau yang lagi cerita itu maneken, cuma bisa saling menatap dan berbicara tanpa bisa menyentuh. Unik judul di setiap babnya pake awalan Di semua. Jadi kayak sepatunya Tulus ya. Selalu bersama tak bisa bersatu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku cuma bisa jawab aja, Gilang. Jawabnya ya di sini huehehe. Deuh iya, bener, kayak sepatunya Tulus ini :)

      Delete
  4. Satu lagi, semoga menang ya teh :)

    ReplyDelete
  5. Ide nya keren ya, sisi kehidupan dan perasaannya kayanya dapet banget.
    Masuk daftar antrian buku yang harus dibaca.
    Makasih teeeh review nyaa

    ReplyDelete
  6. Oooo..tentang patung yang memiliki sebuah cerita ..lalu dijadikan sebuah novel..

    Ok... #makinpenasaran :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biar ga penasaran, baca bukunya ya, Mas Kornelius.

      Delete