Bingung. Itu yang saya alami di awal-awal nonton. Salah saya sendiri sih, melewatkan film seri The Maze Runner sebelumnya. Begitu memasuki menit-menit awal saat adegan kejar-kejaran kereta dan mobil yang melibatkan beberapa tokoh utama otak saya malah sibuk menganalisa. Tapi ya udah lah, saya mencoba mengalir aja mengikuti alir cerita sampai saya paham kalau Thomas (Dylan O' Brien), Frypan dan Newt sedang mencari Minho (Ki Hong Lee) yang juga diburu kelompok WCKD untuk mendapatkan serum yang disebut flare. Flare ini diperkirakan ada dalam tubuh Minho. Awalnya Thomas dan teman-temannya mengira Minho ada diantara anak-anak yang tertahan dalam gerbong kereta yang sama-sama diincar juga oleh WCKD.
Menyaksikan film ini di studio 4DX CGV Paris Van Java serasa memacu level adrenalin saya naik beberapa strip. Ikutan cape kayak yang dialami tokoh-tokoh di film ini, lumayan menyisihkan kebingungan saya di awal-awal tadi. Sejak awal, penonton sudah diajak ikut merasakan pesawat bermanuver di udara atau ketika mobil yang ditumpangi Thomas dan teman-temannya memacu mobilnya mengejar kereta, kursi yang saya duduki ikut bergerak menyesuaikan. Sedap-sedap ngeri lah. Yang paling sebel ketika di beberapa scene seperti ketika terjadi ledakan ada aroma yang ikut menguar di dalam bioskop. Saya buru-buru menarik ujung hijab buat menutup hidung.
Baca juga: Serunya Nonton Film Along With The Gods di 4DX CGV Paris van Java
Lanjut, ya.
Thomas kalah cepat. Minho lebih dulu ditemukan oleh WCKD. Darah Minho diambil untuk proyek pembuatan serum flare untuk mengobati mereka yang sudah bermutasi menjadi crank, semacam zombie. Indikasi yang jelas terlihat adalah ketika di wajah dan tangaan muncul semacam urat varises yang luas, berwarna gelap dan menonjol, perlahan-lahan mengubah wajah yang tadinya cantik atau tampan jadi tampak mengerikan. Belum lagi kesakitan yang dirasakan oleh para crank ini.
Film yang diadaptasi dari novel berjudul sama, ditulis oleh James Dashner pada tahun 2009 bergenre fiksi ilmiah distopia yang menceritakan kondisi masyarakat yang kondisinya buruk. Mengerikan, tertekan jauh dari kondisi ideal atau minimal tidak lebih baik dari yang kita alami.
Pernah dengar istilah utopia, kan? Kedua kata ini adalah istilah yang berlawanan di mana utopia adalah kondisi kehidupan yang sangat ideal dan indah. Kedua kondisi yang berlawanan ini juga digambarkan dalam film ini di mana para crank hidup di sudut kota yang suram dan kumuh dengan kondisi fisik seakan-akan menghitung waktu dijemput malaikat maut. Sementara di sudut kota lain, ada Teresa (Kaya Scodelario). Gadis yang juga disukai oleh Thomas ini membelot bergabung dengan WCKD. Ia tinggal di sebuah laboratorium dengan pengamanan yang ketat, steril dan menjanjikan harapan kesembuhan yang tinggi, walau masih samar.
Di laboratorium ini, Teresa dan teman-teman baru lainnya berusaha keras menemukan formula flare yang tepat untuk menyembuhkan penyakit mengerikan. alur film yang cepat dipenuhi banyak twist yang membuat penonton yang sama sekali belum pernah menonton film ini jadi mengabaikan kesibukan berpikir dan menganalisa, eh kenapa gini, kenapa gitu? Pelan-pelan akhinya saya paham benang merah dari cerita film. Thomas dan Teresa yang akhirnya berada di sisi yang berbeda sebenarnya sama-sama punya misi yang sama. Mencari obat untuk melumpuhkan virus yang bisa membuat orang-orang bermutasi jadi crank itu tadi. Hanya saja eksekusi yang dilakukan oleh WCKD, rumh barunya Teresa itu meneybalkan, diskriminatif. Di satu sisi terkesan mulia untuk menolong yang sudah terinfeksi. tapi di sisi lain pengamatan yang ketat seakan-akan membatasi hanya sebagian orang saja yang pantas ditolong untuk sembuh.
Karakter Janson yang diperankan Aidan Gillen dalam film ini adalah karakter antagonis paling rese, nyebelin banget. Radar curiganya manteng terus seperti ketika akhirnya Teresa dan Thomas bertemu, ia memberikan opsi dilematis. Janson seakan-akan ingin menguji loyalitas Teresa pada WCKD. Sementara itu Gally (Will Poulter) yang mukanya bikin saya keingetan sama Samuel Rizal pun ga kalah cerdiknya. Gally ini punya peran paling penting untuk memuluskan misi menyusup ke dalam laboratorium.
![]() |
foto: teaser-trailer.com |
Baca juga: Serunya Nonton Film Along With The Gods di 4DX CGV Paris van Java
Lanjut, ya.
Thomas kalah cepat. Minho lebih dulu ditemukan oleh WCKD. Darah Minho diambil untuk proyek pembuatan serum flare untuk mengobati mereka yang sudah bermutasi menjadi crank, semacam zombie. Indikasi yang jelas terlihat adalah ketika di wajah dan tangaan muncul semacam urat varises yang luas, berwarna gelap dan menonjol, perlahan-lahan mengubah wajah yang tadinya cantik atau tampan jadi tampak mengerikan. Belum lagi kesakitan yang dirasakan oleh para crank ini.
Film yang diadaptasi dari novel berjudul sama, ditulis oleh James Dashner pada tahun 2009 bergenre fiksi ilmiah distopia yang menceritakan kondisi masyarakat yang kondisinya buruk. Mengerikan, tertekan jauh dari kondisi ideal atau minimal tidak lebih baik dari yang kita alami.
Pernah dengar istilah utopia, kan? Kedua kata ini adalah istilah yang berlawanan di mana utopia adalah kondisi kehidupan yang sangat ideal dan indah. Kedua kondisi yang berlawanan ini juga digambarkan dalam film ini di mana para crank hidup di sudut kota yang suram dan kumuh dengan kondisi fisik seakan-akan menghitung waktu dijemput malaikat maut. Sementara di sudut kota lain, ada Teresa (Kaya Scodelario). Gadis yang juga disukai oleh Thomas ini membelot bergabung dengan WCKD. Ia tinggal di sebuah laboratorium dengan pengamanan yang ketat, steril dan menjanjikan harapan kesembuhan yang tinggi, walau masih samar.
Di laboratorium ini, Teresa dan teman-teman baru lainnya berusaha keras menemukan formula flare yang tepat untuk menyembuhkan penyakit mengerikan. alur film yang cepat dipenuhi banyak twist yang membuat penonton yang sama sekali belum pernah menonton film ini jadi mengabaikan kesibukan berpikir dan menganalisa, eh kenapa gini, kenapa gitu? Pelan-pelan akhinya saya paham benang merah dari cerita film. Thomas dan Teresa yang akhirnya berada di sisi yang berbeda sebenarnya sama-sama punya misi yang sama. Mencari obat untuk melumpuhkan virus yang bisa membuat orang-orang bermutasi jadi crank itu tadi. Hanya saja eksekusi yang dilakukan oleh WCKD, rumh barunya Teresa itu meneybalkan, diskriminatif. Di satu sisi terkesan mulia untuk menolong yang sudah terinfeksi. tapi di sisi lain pengamatan yang ketat seakan-akan membatasi hanya sebagian orang saja yang pantas ditolong untuk sembuh.
Karakter Janson yang diperankan Aidan Gillen dalam film ini adalah karakter antagonis paling rese, nyebelin banget. Radar curiganya manteng terus seperti ketika akhirnya Teresa dan Thomas bertemu, ia memberikan opsi dilematis. Janson seakan-akan ingin menguji loyalitas Teresa pada WCKD. Sementara itu Gally (Will Poulter) yang mukanya bikin saya keingetan sama Samuel Rizal pun ga kalah cerdiknya. Gally ini punya peran paling penting untuk memuluskan misi menyusup ke dalam laboratorium.
Dilema chemistry antara Thomas dan Teresa terdistraksi oleh banyak twist-twist dan adegan menegangkan dalam scene demi sceneyang sudah muncul sejak awal. Yang paling saya suka di film ini ketika Brenda (Rosa Salazar) memacu bus ngebut di tengah kota, ketika bus yang distirnya menggantung di bawah pesawat dengan sudut 90 derajat. Pusing dan mual sudah jelas. Membayangkan bus berisi banyak penumpang terhempas ke bawah itu jelas lebih horor.
Walau penuh dengan ketegangan, film ini menyelipkan drama persahabatan yang bikin saya meleleh. Apa yang terjadi pada Newt dan usaha gigih Thomas menolong sahabat yang potongan rambutnya kayak boyband ini adalah part yang paling saya suka dibanding cinta segitiga antara Thomas, Brenda dan Teresa. Kalau yang lain menonton trilogi film ini berurutan dari seri pertama saya malah jalan mundur hahaha. Aneh memang. Tapi sepertinya bakal lebih seru kalau baca juga novelnya.
Walau penuh dengan ketegangan, film ini menyelipkan drama persahabatan yang bikin saya meleleh. Apa yang terjadi pada Newt dan usaha gigih Thomas menolong sahabat yang potongan rambutnya kayak boyband ini adalah part yang paling saya suka dibanding cinta segitiga antara Thomas, Brenda dan Teresa. Kalau yang lain menonton trilogi film ini berurutan dari seri pertama saya malah jalan mundur hahaha. Aneh memang. Tapi sepertinya bakal lebih seru kalau baca juga novelnya.