+: "Teh, hari ini ada acara, ga?"
-: "Ga, di rumah aja. Kenapa?"
+: "Nonton film India, yuk. Padmaavat. Katanya seru, lho."
Saya segera ngecek jadwal film. Biasanya film-film Hindi kebagian slot tayang di CGV aja. Dan di antara CGV yang ada di Bandung ternyata Padmaavat cuma tayang di Paris van Java, dua show pula, jam 17.00 dan jam 20.10. Ya udah lah saya dan Pipit (adik saya) pun cuuus pergi. Walau risikonya nonton di weekend harganya beda, ya, hahaha. Sesekali gapapa lah. Sekalian ngasuh (((ngasuh))) adik. Diih, udah kuliah juga. Masa sih, masih diasuh?
![]() |
credit: ig @filmpadamavati via brilo.net |
Sebelum Padmaavat, film terakhir India yang saya tonton adalah PK (di aplikasi Iflix). Ga mudah buat saya mau nonton film India. Alasannya? Karena durasinya lama, belum lagi film India itu identik dengan tarian dan nyanyian. Alasan ini juga yang bikin saya ga pernah nonton Kuch Kuch Hota Hai sampai tuntas. Waktu film ini ngehive dan teman-teman pada dibuat baper, saya malah cuek ngalahin bebek. Pun ketika tayang di tv. Sama aja, ga tuntas ngejabanin.
Ketika teman-teman ngefans berat sama Shahruk Khan saya masa bodoh. Biasa aja. By the way, Salman Khan dan Sharuk Khan konon pernah ditawari untuk memainkan peran utama di film ini namun ditolak dengan alasan yang berbeda.
Ketika teman-teman ngefans berat sama Shahruk Khan saya masa bodoh. Biasa aja. By the way, Salman Khan dan Sharuk Khan konon pernah ditawari untuk memainkan peran utama di film ini namun ditolak dengan alasan yang berbeda.
Terus, kenapa jadi mau nonton film India? Awalnya tertarik sama review dan rekomendasi teman tenang film PK yang dibintangi Salman Khan. Jadilah saya mulai woles dengan tarian dan nyanyian yang emang udah jadi ciri khasnya film India. Ibaratnya kayak makan seblak tapi ga pedas atau nasi padang ga pake sayur nangka dan daun singkong. Ya hambar lah, film India ga pake nari dan nyanyi. Apalagi kalau udah ada penyanyi wanita tipikalnya bikin keingetan sama suaranya Oma Elia Kadam... So iconic for me. Entah siapa yang nyanyi, buat saya sama aja suaranya. Eh tapi, hujan, pohon dan tiang-tiang yang identik sama film India ga kentara di film ini. Dance berjamaah plus kostum gold dan merahnya yang megah malah terlihat keren. Durasi sepanjang 164 menit ga bikin saya ngantuk. Padahal Padmaavat baru selesai jam 22.59 (tidak termasuk credit title di ujung film).
![]() |
credit: hindustan times |
Waktu datang ke bioskop, sebagian besar penontonnya bertampang India. Cantik-cantik dan ganteng-ganteng khas mereka. Pipit sampai bisik-bisik, serasa terdampar beneran di India sana. Tambahan lagi sesekali di tengah film sempat tercium aroma rempah khas India.
Tidak seperti nonton film-film lainnya, suasana studio sebelum film tayang sangat ramai oleh dengungan mereka. Entahlah apa yang mereka bahas. Ga ada subtitle yang bisa membantu :). Sempat khawatir juga kalau selama film tayang bakal terdistrasi oleh diskusi-diskusi kecil diantara penonton. Lucky us, mereka mendadak anteng mengikuti scene demi scene begitu film dimulai. Fiuh! Senengnya, kekhawatiran saya ga terjadi.
Tidak seperti nonton film-film lainnya, suasana studio sebelum film tayang sangat ramai oleh dengungan mereka. Entahlah apa yang mereka bahas. Ga ada subtitle yang bisa membantu :). Sempat khawatir juga kalau selama film tayang bakal terdistrasi oleh diskusi-diskusi kecil diantara penonton. Lucky us, mereka mendadak anteng mengikuti scene demi scene begitu film dimulai. Fiuh! Senengnya, kekhawatiran saya ga terjadi.
Tokoh yang pertama kali muncul dalam film adalah Alauddin Khilji (diperankan oleh Ranveer Singh). Doi (((doi))) datang menghadap calon mertuanya Jalaluddin Khilji (Raza Murad). Dengan pedenya, Alauddin - yang selalu meng-klaim semua yang berharga adalah miliknya - melamar Mehrunissa (Aditi Rao Hidari). Sempat bikin kebat-kebit karena gesture songongnya yang amit-amit, sultan Jallaludin akhirnya menerima lamaran Alauddin. Mehrunissa hanya tertunduk malu-malu mau menganggapinya.
Sejak awal, film ini sudah memberi sinyal kalau Alaudin adalah seorang menantu yang gila kedudukan, matre dan juga doyan perempuan. Bahkan sebelum melangsungkan pernikahan pun Alaudin masih sempat selingkuh -_- . Drama yang terjadi sebelum akad berlangsung menguatkan warning, Alauddin ini sesungguhnya seorang laki-laki menyeramkan dibalik tampangnya yang ganteng dan pintarnya bersilat lidah.
Narasi film kemudian bergeser ke tempat lain. Adalah seorang gadis cantik dengan kostum mirip Jane-nya Tarzan bernama Padmaavati (Deepika Padukone) sedang berburu di hutan. Tidak sengaja bidikan panahnya mengenai bahu Maharawal Ratan Singh (Shahid Kapoor). Dalam drama pasien - perawat ini akhirnya keduanya saling jatuh cinta. Maharawal yang ternyata seorang raja dari Mewar menikahi Padmaavati dan memboyongnya ke kerajaannya.
Padmaavati yang kecantikannya tercatat dalam sejarah ini ternyata juga bikin seorang pendeta kesengsem. Gelagat busuknya terendus suaminya, yang juga jadi raja Mewar. Si Pendeta ini dihukum dengan cara diasingkan, bukan dibunuh atau dipenjara. Keputusan yang berisiko besar. Karena sakit hati, si pendeta menemukan pelampiasannya yang tepat untuk melakukan balas dendam. Alauddin yang baru saja melakukan kudeta berdarah di kesultanan Delhi terhasut provokasi Si Pendeta. Ia yang memang tergila-gila dengan perempuan cantik melakukan segala cara untuk mendapatkan Padmaavati walau sudah ada Mehrunissa di sampingnya. Hanya karena seorang perempuan pun, perang bisa berkecamuk. Harta, Tahta, Wanita. 3 motif yang kebanyakan jadi pemicu konflik dari dulu sampai sekarang.
![]() |
Aslinya tampang si Antagonis. Cakep, ya? #eh dibanding Shahid Kapoor pun masih cakepan doi credit foto: star unfolded |
Alur film selanjutnya menceritakan adu taktik dan kecerdasan antara Raja Maharawal dari Mewar dengan Sultan Alauddin dari Delhi. Maharawal yang kalem dan berhati lembut tetap memegang etika perang secara ksatria. Alauddin yang datang dengan rombongan pasukan dan perlengkapan perang yang canggih pada masanya (sampai-sampai bawa pelontar api yang ukurannya gede banget) melibas semua etika berbalut keculasan dan kelicikan. Ditambah lagi kehadiran Malik Kafur (Jim Sarbh), hadiah dari mertuanya, semakin memperkuat karakter antagonisnya. Malik adalah seorang pembunuh berdarah dingin - tapi rada-rada 'sekong' - yang bisa memuluskan semua keinginannya. Semacam api yang berjodoh dengan bensin. Malik adalah tangan kanan juga 'senjata' kesayangannya. Alauddin rela melakukan apapun, walau harus membunuh orang-orang terdekat. Asaaal... dia bisa mendapatkan semua keinginanya termasuk mendapatkan Padmaavati. Bahkan sedang sakit terkapar pun, otak dan naluri jahatnya tetep aja jalan.
Dalam cataan sejarah diceritakan kalau Alauddin senang menjadikan wanita dari kubu lawan sebagai sandera. Sementara yang laki-laki dibiarkan bertarung sampai mati.
Dalam cataan sejarah diceritakan kalau Alauddin senang menjadikan wanita dari kubu lawan sebagai sandera. Sementara yang laki-laki dibiarkan bertarung sampai mati.
![]() |
credit: zee news |
Padmaavati adalah tipikal istri idaman. Cantik, jago bela diri seperti kebanyakan wanita Rajput, cerdas, setia pula. Sisi lembutnya sebagai seorang wanita membuatnya mengkhawatirkan keselamatan suaminya. Pun begitu dengan sang raja, ia sangat mencintai sang ratu. Kalau Padmaavati tak rela membiarkan suaminya pergi sendiri menemui Alauddin baik dalam perang atau diplomasi, Maharawal tidak mengijinkan mata buayanya Alauddin mendekat atau sekadar menatapi paras istrinya. Ada satu scene di mana Maharawal cuma 'ngasih lihat' Padmaavati beberapa detik saja, itu pun dari jarak jauh. Karuan aja Alauddin makin penasaran. Akal licik pun ditempuhnya dan lagi-lagi Maharawal polos aja merespon akal bulus Alauddin.
![]() |
Deepika Padukone yang aslinya juga cantik |
Selalu aja ada orang yang berprasangka baik sama musuhnya. Alih-alih il-feel sama jahatnya Alauddin, saya malah kesel tapi juga kasian sama Raja Mewar ini. Atuh lah, meni bageur-bageur teuing ngadepin musuh rese gitu. Tapi mungkin karena baik dan gantengnya itu kali ya yang bikin Padmaavati (dalam literatur nama lainnya adalah Rani Padmini) kepincut dan cinta mati sama mantan pasiennya ini. Walau resenya maksimal, peran Alauddin yang dimainkan oleh Ranveeer Singh paling juara disusul oleh karakter Malik. Tampangnya komikal dan terkesan konyol, dia adalah manusia yang berbahaya. Refleknya sangat tangkas semisal ketika membunuh korbannya. Pas giliran nyanyi juga ga kalah bagusnya. Cuma nih, saya rada geli pas lihat Alauddin joget. Ekpresi wajahnya rada bloon alih-alih mengesankan seorang raja yang ambisius. Mungkin pengaruh koreografinya kali.
Walapun dilabeli 21+ selama menyaksikan film ini adegan vulgar yang siap-siap bikin saya nutup mata tidak seperti yang saya bayangkan. IMHO, lebih hot filmnya Critical Eleven dan banyak film lainnya yang memang masuk kategori 21+. Seperti adegan mesra Alauddin dan istrinya Mehrunissa pun disamarkan oleh kelambu.
Alur konflik yang dibangun pada film ini fokus pada ambisiusnya Alauddin dan bagaimana perlawanan kubu Mewar menghadapinya. Part lainnya menjadi elemen pendukung film tanpa mendistraksi fokus selama menonton.
Secara teknis, film ini pun sangat layak apresiasi. Sinematografinya ga kalah keren dengan film-film ala Hollywood. Efek visual dengan sentuhan CGInya halus, ga berlebihan. Saya ikut menahan nafas pada scene yang menceritakan ritual Jauhar (bakar diri). Begitu dramatis dan mendebarkan. Salah satu bagian yang saya suka. Selain kostum yang megah peninggalan dinasti Rajashtan, saya juga menyukai ketika kamera nge-shoot Great Wall of India. Gambaran negeri India yang Indah juga salah satu pilar kebudayaan dunia pada jaman dulu terasa banget di sini. Jauh beda dengan imajinasi yang saya dapatkan ketika membaca Titik Nolnya Agustinus Wibowo di mana yang kebayang adalah situasi yang kumuh, suram, orang-orang yang jorok dan melarat. Abis lihat film ini to do list saya bakal nambah, mengkhatamkan Titik Nol yang sebenarnya ceritanya juga seru.
Anyway, bagaimanapun dengan segala keruwetan masalah kesejahteraan dan konflik yang ga ada habisnya, India punya kebanggaan sendiri. Industri film Bollywood termasuk salah satunya ditambah lagi India juga mempunyain warisan sejarah dunia yang cukup berpengaruh.
Secara teknis, film ini pun sangat layak apresiasi. Sinematografinya ga kalah keren dengan film-film ala Hollywood. Efek visual dengan sentuhan CGInya halus, ga berlebihan. Saya ikut menahan nafas pada scene yang menceritakan ritual Jauhar (bakar diri). Begitu dramatis dan mendebarkan. Salah satu bagian yang saya suka. Selain kostum yang megah peninggalan dinasti Rajashtan, saya juga menyukai ketika kamera nge-shoot Great Wall of India. Gambaran negeri India yang Indah juga salah satu pilar kebudayaan dunia pada jaman dulu terasa banget di sini. Jauh beda dengan imajinasi yang saya dapatkan ketika membaca Titik Nolnya Agustinus Wibowo di mana yang kebayang adalah situasi yang kumuh, suram, orang-orang yang jorok dan melarat. Abis lihat film ini to do list saya bakal nambah, mengkhatamkan Titik Nol yang sebenarnya ceritanya juga seru.
Anyway, bagaimanapun dengan segala keruwetan masalah kesejahteraan dan konflik yang ga ada habisnya, India punya kebanggaan sendiri. Industri film Bollywood termasuk salah satunya ditambah lagi India juga mempunyain warisan sejarah dunia yang cukup berpengaruh.
![]() |
credit: Republika |
Sebelum dirilis, film ini ternyata sempat memicu kontroversi terutama dari umat Hindu di India sana. Alur film besutan sutradara Sanjay Leela Bhansali ini dianggap melenceng dari sejarahnya. Gelombang protes dan beberapa sabotase di lokasi syuting, juga ancaman nyawa untuk sutradara dan bintang utamanya Deepika Padukone turut mewarnai. Rilis Padmaavat jadi molor dari jadwal penayangannya. Mungkin karena alasan keselamatan juga, scene adegan mesra antara Padmaavati dan Alauddin salah satu part film yang diprotes, tidak sedikit pun muncul dalam film.
Kalau umat Hindu di India sana sempat memprotes film ini, saya belum menemukan tulisan lain yang menceritakan reaksi dari umat muslim di India. Karakter dan lingkungan Alauddin sangat kentara dengan profil muslim. Apalagi ada part ketika pasukan Alauddin sedang melaksanakan salat berjamaah juga beberapa ungkapan Alauddin yang umum dilafalkan oleh umat islam. Suka tidak suka, setelah googling saya memang menemukan catatan kelam sejarah sultan Alauddin dalam meluaskan wilayah kekuasaan di India pada tahun 1300an meski ia juga meninggalkan jejak berupa masjid yang megah di Delhi yang masih ada hingga sekarang. Kalaupun ada yang salah dan brengsek bukan karena Islam mengajarkan cara seperti itu tapi karena karakter personalnya saja.
Mungkin karena berbau kontroversi juga rating film yang dikasih Times of India dan India Express jomplang banget. 4/5 vs 2.5/5. Sementara IMDB memberi skor 7.5/10. Saya ngasih angka yang beda dikit, 4/5. Terlepas dari segala kontroversinya, saya harus mengakui sukaaa banget sama Padmaavat.
Setelah nonton film bergenre drama sejarah ini, saya jadi penasaran mencari tau hubungan antara kesultanan Delhi dengan orang-orang Mongol dan Afghanistan pada masanya. Soal orang-orang Afghanistan dan Mongol ini juga pernah dibahas oleh Agustinus Wibowo dalam buku Titik Nolnya. Buat saya, nonton film berlatar sejarah selalu menarik dan bikin level naluri penasaran saya soal sejarah bertambah beberapa strip.
21 Comments
Sama dong. Nonton India itu rasa gak rela. Durasinya itu, huuaaa -.-
ReplyDeleteBtw great wall India, gak kalah mempesona yaa.
Baca review ini, serasa ikut nonton disebelah.
Tapi kalau diitung dari durasi dengan bayar tiket yang sama harusnya seneng hahaha. Nah uniknya film India di CGV itu charge tiketnya lebih mahal ternyata.
DeleteJadi pingin nontonnnn...😊😊
ReplyDeleteAyo, Bu. Sesekali me time dengan nonton. Asik, lho.
DeleteSmoga kesimpulan penonton film Padmaavati lainnya ttg raja Alauddin sama kayak mbak ya, bahwa bukan Islam yang buruk tapi pelaksanaan Islam oleh individu yang buruk... makasih reviewnya mbak
ReplyDeleteIya, aamiin, Mbak. Komen-komen yang angot dan reaksional suka bikin medsos jadi gerah.
DeleteMArwah yang seneng sama India, bisa gak yah ditonton anak
ReplyDeleteGa recomended, Tian. Soalnay 21+ labelnya.
Deletewah ternyata di sini yang lebih bersinar ranveer singh yaa. penasaran saya apakah film ini sebagus 2 film ranveer-deepika lainnya
ReplyDeleteAku ga tau film-film mereka lainnya hahaha... tapi akting mereka keren, terutama si Ranveernya.
DeleteFilm2 India banyak sekali yang bisa dijadikan pelajaran buat jalani hidup termasuk film ini. Aku selalu suka nonton film India
ReplyDeleteIya betul. Wah Lia suka liat film India?
DeleteYdah lamaa bnget gak nonton india teh trakhir kucg kuch kutahe +bener gk nulisnya��,,, hoyong ah recomended kyknya
ReplyDeleteLama banget itu hahaha. Ayo nonton lagi.
DeleteDi Solo sudah tayang belum ya?
ReplyDeleteJadi pengen nonton..
Coba cek jadwal bioskop di Solo, Mbak.
Deletewow film india, aku baru peretama kali nonton india di bisokop itu juga lagi KKn di sukabumi
ReplyDeleteKayaknya udah lama banget tuh, Mbak hehehe
DeleteOya teh, yang tentaranya pas lagi sholat trus malah diserang ya. Itu bikin gregetan banget sih. Apalagi ratunya juga kekeuh banget buat pertahanin kerajaannya. Duh, bikin merinding paa nonton film ini.
ReplyDeleteIya Laaa, bikin terpaku selama nonton. Salah satu fim india terbaik yang pernah aku tonton
Deletesaya pernah baca, film India tanpa nyanyi dan nari gak akan ditonton di negaranya
ReplyDeleteMakin banyak makin seru
eniwei India punya bollywood jadi termotivasi bikin film bagus ya?