Akhirnya Si Doel memutuskan pilihannya setelah 27 tahun seperti main layangan. Tarik ulur. Seperti itu yang terlintas waktu tau film Akhir Kisah Cinta Si Doel rilis di bioskop pada tanggal 23 Januari 2020 kemarin.
Rencana nonton pada hari perdana pemutarannya gagal terlaksana, dan baru kesampaian nonton hari rabu kemarin. Setelah berusaha menahan diri tidak terjebak spoiler yang wara wiri di media sosial ya kok blas saya terjebak gara-gara baca status teman yang secara nyata tanpa fatamorgana menyebutkan pilihannya Doel (Rano Karno). Kesel? pasti. Mbok ya belum seminggu kok ga bisa nahan jari sih, Bu?
Tapi itu ga bikin saya mengurungkan niat nonton filmnya. Baiklah. kita nonton seperti apa ceritanya.
Film dibuka dengan cerita Sarah (Cornelia Agatha) yang kembali ke Jakarta bersama anaknya Dul kecil (Rey Bong). Sarah memilih balik ke Belanda tanpa pamit dulu dengan keluarga Doel. Sementara Dul tinggal di Jakarta, ikut dengan Papanya.
Kedatangan Dul ini lah membuka drama-drama baru di rumah Doel. Zaenab yang positif hamil jadi semakin sensian. Atun (Suti Karno) yang tetap menerima Dul, menyuruh Mandra mengalah tidur di balai-balai agar Dul bisa tidur sekamar dengan Abi sementara ia mengalah memberikan kamarnya pada Zaenab yang sedang benci-bencinya dengan Doel.
Bukan karena efek ngidam yang kadang membuat seorang istri jadi ga suka dengan aroma tubuh suaminya. Zaenab beneran kesel dan benci sampai ubun-ubun. Meski ngedumel dan sebel dengan 'paksaan' Atun, Mandra tidak banyak mendebat Atun yang punya peran besar dalam meredam konflik yang setiap saat bisa meledak bagai bom waktu.
Sementara itu kedatangan Dul dimanfaatkan Zaenab untuk meminta nomor Sarah. Zaenab menghubungi Sarah dan ngajak ketemuan. Obrolan keduanya soal pilihan siapa yang harus mengalah sungguh bikin kesel. Tipikal perempuan yang suka ewuh pakewuh, alias ga enakan.
Di antara obrolan mereka juga terselip psy war, harus ada yang ngalah dan kuat-kuatan dengan 'ngedrama'. Sarah yang memposisikan dirinya merasa bersalah karena sudah meninggalkan Dul dan Zaenab yang beralasan tidak ingin menjadikan anaknya korban dari konflik dengan suaminya, ingin memulai hidup baru. Rumit, kan? Begitulah perempuan #eh
Sialnya Zaenab yang sedang hamil ga boleh stress seperti saran dokter. Keluar dari zona konflik dengan cara menenangkan diri di rumah ibunya mungkin solusi terbaik bagi dirinya. Tapi tidak bagi yang lain.
Obrolan Zaenab, Atun, Doel dan kadang-kadang celetukannya Mandra yang bisa terdengar Maknyak (Aminah Cendrakasih) sesungguhnya mendatangkan masalah baru. Ya masa mau bikin sedih Maknya sebagai orangtua jadi kepikiran? Rasanya berdosa banget kalau jadi beban pikiran. Seperti itu juga kekhawatiran Atun. Jangan sampai Maknyak tau.
Saya sempat ngantuk mengikuti permainan pingpong mereka ini. Ih gemeees deh. Wahai orang dewasa, kalian itu menyebalkan.
Untungnya drama ping pong 3 orang dewasa yang melibatkan 3 orang dewasa lainnya tercairkan lewat tingkah polosnya Mandra yang berjuang dengan masalahnya sendiri, ngojek untuk mencari nafkah. Sebuah ironi yang menarik buat saya karena Mandra menolak untuk menjalankan oplet dan memilih jadi tukang ojek. Beberapa waktu yang lalu polemik angkutan umum vs angkotan online sempat jadi pro kontra di media sosial, kan?
Soal oplet sebagai transportasi umum lawas ini juga sempat ditanyakan Dul yang heran melihat lay out interiornya berbeda dengan mobil lain pada umumnya. Meski tampak jadul, Dul segera beradaptasi dan bersedia jadi kernet untuk Papanya. Mungkin karena tampang Dul yang menawan ini juga bisa jadi daya tarik oplet Doel tetap kebagian penumpang, bersaing dengan moda transportasi lainnya.
Kalau konflik orang dewasa bikin sebel karena ga beres-beres, obrolan anak-ayah antara Dul dan Doel ini adalah part yang paling ngena dan paling asik disimak.
Dul yang tidak pernah membenci Zaenab karena jadi 'rival' ibunya memperebutkan Doel justru menunjukan kedewasaannya dengan berusaha memahami masalah dan situasi-situasi yang mungkin terjadi. Bahkan kalaupun ia harus menyaksikan hal yang tak diinginkannya. Duh ini adegan yang bikin melting ditambah lagu Hanya Rindunya Andmesh Kamaleng sebagai latar sukses membuat saya meleleh. Sarah sungguh beruntung punya anak seperti Dul.
Sesungguhnya yang palig jadi korban dari permasalahan orang dewasa adalah anak-anaknya. Dari beberapa paparan kajian psikologi yang aku simak, rantai setan ini yang harus diputus. Kalau tidak, Dul kecil nanti bisa jadi ngedrama lagi seperti halnya Doel dewasa. Tapi ya syukur, drama sepanjang 27 tahun ini memang harus berakhir. Jangan sampai jadi membuat season-season berikutnya selayaknya sinetron yang terus diperpanjang.
By the way, waktu nonton kemarin itu, jumlah penonton tidak sampai setengahnya bioskop. Seharusnya akhir kisah Si Doel ini bisa lebih banyak menyedot penonton. Doel akhirnya memutuskan pilihannya, setelah memelihara sikap plin-plannya itu. Entah karena bosan atau spoil yang keburu keluar, tim yang jagoannya ga jadi mendapatkan Doel memilih untuk tidak menonton. Mungkin lho, ya. Padahal cuma cerita fiksi tapi sukses mengaduk emosi penonton karena merasakan simpati pada salah satu tokoh.
Buat saya, justru kemenangan dari kisah ini ada di pihak yang mengalah. Tanpa inisiatifnya mungkin Doel masih maju mundur memutuskan pilihannya. Dalam salah satu scene, tatapan matanya tidak bisa berbohong kalau jauh di dalam hatinya masih mencintai anak Betawi tukang insinyur ini. Pepatah lama mengalah untuk menang mungkin masih tepat untuk situasi ini. Masih banyak laki-laki tegas dan lebih baik dari Doel, kok :)