Sudah lama mengadopsi buku ini dari gelaran book salenya Gramedia. Terus sekian lama dibiarkan aja gitu nganggur di lemari buku. Saat pandemi Corona 19 dateng, lebih banyak di rumah jadi harus nyari kesibukan baru. Ya, kan?
Cek cek lemari buku dan ada lumayan banyak (((banyak))) buku yang belum selesai dibaca. Baiklah. Awal tahun 2020 lalu kan sempat ada tuh resolusi (bukan dewan keamanan PBB) untuk lebih banyak menamatkan buku. Hayo lho, mau alesan apa lagi? *ngomong sama diri sendiri*
Kali ini saya mau cerita buku ini. Judulnya People of the Book. Udah cukup lama, terbit tahun 2015. Kalau di rak reguler mungkin susah nemunya. Tapi kalau nemu buku ini nganggur manis di obralan buku daring, udah deh ga usah ragu buat beli.
In the mean time, saya mau ceritain dikit tentang buku yang penulisnya meraih Pulitzer Bestseller Internasional. Ya itu alasan sederhana saya buat adopsi beli buku ini hihihi.
Tokoh utama buku ini adalah Hanna Heath, pakar buku langka yang tinggal di Australia bersama ibunya yang berprofesi sebagai seorang dokter kandungan. Satu waktu Hanna dapat panggilan terbang ke Sarajevo, Bosnia untuk mengecek sejarah sebuah haggadah berusia ratusan tahun.
Secara singkat haggadah ini adalah manuskrip ibrani kuno yang didesain mewah. Tidak seperti kitab suci agama samawi lainnya, haggadah ini dibuat dari lembar emas atau perkakas perak dengan ornamen lainnya yang memperindah penampilannya dengan ilustrasi bergambar di dalamnya.
Haggadah Sarajevo yang diceritakan dalam buku ini punya cerita menarik. Meskipun terdapat di Museum Sarajevo, tapi yang satu ini datang dari Spanyol. Saat itu ilustrasi berupa gambar adalah sesuatu yang terlarag alias haram. Haggadah Sarajevo ini pengecualian, karena di dalamnya terdapat ilustrasi yang jelas-jelas terlarang.
Penasaran deh saya dibuatnya waktu baca deskripsi di novel ini. Misalnya saja ketika di sana diceritakan ada wanita berkulit hitam yang ada dalam lukisan di sini. Pastinya wanita berkulit hitam ini punya posisi istimewa sehingga bisa duduk bersama dalam sebuah perjamuan hari raya dengan keluarga yang kaya.
Haggadah Sarajevo mempunyai dimensi 16.5 cm x 22.8 cm yang tebalnya hanya 34 halaman punya perjalanan yang tidak mulus untuk tetap eksis sampai saat ini. Bahkan, seorang Yahudi bernama Amitai Yomtov yang ditemui oleh Hanna begitu terkesan saat bercerita.
"Dan tahukah kau siapa yang menyelematkannya? Namanya Ozren Karaman, kepala perpustakaan museum. Masuk di tengah-engah berondongan tembakan. Dapatkah kau bayangkan, Khanna? Seorang muslim mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan sebuah buku Yahudi"
Ozren, kepala perpustakaan yang disebut Yomtov juga diceritakan berinteraksi dengan Hanna. Selain memastikan kondisi haggadah bener-bener aman saat Hanna melakukan penelitian, keduanya terlibat cinta kilat yang rumit.
Meskipun disebutkan sebagai seorang muslim, Ozren digambarkan bukan seorang muslim yang taat. Dalam bagian lain Hanna bercerita kalau masjid-masid di Sarajevo terlihat sepi dari hiruk pikuk umat islam. Bahkan yang mengumandangkan adzan di sana adalah opa-opa yang sudah sepuh. Hmmm opa yang saya maksud di sini opa berarti kakek lho, bukan opa cowok ganteng Korea yang lagi dihebohin di sosmed itu lho, ya.
Baik, kita abaikan soal cinta kilat antara Hanna dan Ozren. Kita fokus sama latar haggadah ini yang menarik, ya.
Pernah ga sih, kita menemukan noda atau kotoran yang menempel di halaman buku atau misal ada selembar bulu hewan yang nempel? Buat orang awam, ini soal sepele dan ga ada apa-apanya. Tapi lain bagi Hanna.
Serpihan kupu-kupu yang tertinggal di buku membuat peneliti laboratorium menduga buku ini pernah sampai di pegunungan Alpen setelah diamati jenis fosilnya yang hanya makan tanaman yang ada di sana.
Di sela-sela penelitan Hanna, alur The People of the Book bercerita maju mundur bukan hanya saat Hanna melakukan penelitian haggadah ini. Secara bergantian buku ini menceritakan pembantaian yahudi oleh Nazi Jerman tahun 1940 dengan seting kota Sarajevo.
Pada penemuan Hanna lainnya, alur cerita mengajak kita mundur lebih jauh ketika penjepit buku ini bercerita kehidupan seorang Yahudi yang miskin pada tahun 1894. Makin mundur ke belakang penemuan noda anggur mengajak kita mendalami kisah seorang pertemanan sekaligus peredebatan pendeta Yahudi miskin dengan pendeta katolik di Italia pada tahun 1609.
Yang paling menarik adalah cerita di tahun 1492 dengan latar tempat Spanyol. Seorang gadis miskin dari keluarga muslim mempunyai kepandaian melukis dan membantu menyelamatkan seorang wanita nasrani yang terpaksa menjadi selir penguasa yang seorang muslim.
Pas bagian di Spanyol ini sih saya sempet terusik ketika ada tokoh muslim digambarkan punya akhlak bejat. Brengsek. Biadab dan entah deskripsi jahat lainnya sebagai penguasa. Kok muslim gitu ya? But well, kalau ada yang brengsek gitu ya orangnya aja. Islamnya enggak, kok. Dan enggak ada agama yang ngajarin umatnya untuk menjadi manusia jahat. Ya, kan?
Tapi secara keseluruhan -penulis buku ini - Geraldine Brooks - tidak ada kesan menyudutkan muslim sebagai penjahat. Dalam beberapa bagian, Geraldine yang fasih menceritakan ritual muslim, yahudi dan nasrani secara bergantian, punya fantasi mengagumkan dan referensi sejarah yang mumpuni. FYI, komunitas Yahudi di Amerika pernah mengkritik kebijakan politik luar negeri Bill Clinton yang tidak berhasil mencegah tindakan kekejaman penguasa Yugoslavia saat itu, Slobodan Milosevic.
Saat novel ini menceritakan tokoh Lola, gadis Yahudi di Bosnia, Geraldine menceritakan gadis miskin ini justru diselamatkan oleh keluarga muslim dari Albania yang religius. Pakaian muslimah lengkap dengan cadarnya malah jadi penolong Lola untuk menyamar dan lolos dari kejaran tentara Hitler yang saat itu sedang gencar-gencarnya melakukan pembersihan etnis Yahudi di Jerman.
Perjalanan Hanna untuk terhubung dengan para praktisi biologi dan sejarah untuk melakukan pengamatan buku juga menghubungkan dirinya untuk menguak rahasia yang selama ini disembunyikan oleh ibunya.
Hubungan Hanna dan ibunya yang kurang akur ditambah lagi pilihan karirnya sebagai sarjana sejarah (bukan menjadi dokter) membuat Hanna tidak tahu banyak latar belakang sejarah keluarganya, terutama dari pihak ayahnya. Hanna dibesarkan oleh ibunya yang sekuler dan tidak peduli dengan lembaga pernikahan yang suci.
dr Heath, bunya Hanna - yang jumawa dan kadang suka merecoki Hanna yang sibuk melakukan penelitan di Eropa juga Amerika - adalah tipe feminis yang tidak membutuhkan kehadiran seorang laki-laki sebagai pasangan hidup. Mandiri sekaligus angkuh juga denial.
Lalu semuanya berubah seiring Hanna melakukan penelitian ini dan ya itu tadi rahasia yang selama ini disembunyikan oleh ibunya secara perlahan terungkap. Dibalik keangkuhan ibunya yang merasa superior, sesungguhnya dr Heath adalah wanita rapuh yang bersembunyi dibalik wataknya yang keras kepala.
Walaupun perjalanan flashback yang diceritakan di sini adalah kisah fiksi, People of the Book tetap renyah dan menyenangkan untuk diikuti sampai tuntas. Buku setebal 495 halaman ini bisa saya tamatkan dalam waktu seminggu saja, lho. Diksi yang ringan, deskripsi yang detil membuat kita lebih mudah untuk punya bayangan saat membaca ceritanya.
Ngomong-ngomong soal penyelamat haggadah ini sejarah memang mencatat yang melakukannya adalah seorang muslim Bosnia. Dervis Korkut, kurator museum di Sarajevo yang ditugaskan menyelamatkan buku ini pada tahun 1942 juga membantu menyembunyikan keberadaan seorang gadis Yahudi dari incaran tentara Jerman. Kisahnya mirip-mirip dengan pengalaman Lola dalam novel ini.
Ceritanya bisa baca di sini :
Cara bertutur People of the Book yang mengalir membuat kita tidak pusing untuk memahami istilah di dalamnya. Istilah kimia atau kedokteran, ritual ibadah dan soal lainnya disampaikan Geraldine dengan rinci. Seneng deh bacanya, seakan kita sedang mengikuti paparan kuliah umum oleh dosen yang runtut memaparkan tapi ga bikin ngantuk. Selain itu acungan jempol juga buat translator novelnya mengalihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.
Kalau mau dibandingkan Angel Demond atau Davinci Codenya Dan Brown yang bercerita tentang Illuminati, People of the Book memang ga punya konflik yang detil dan setajam itu. Tapi tetap menarik dan bikin kita penasaran untuk mencari tahu sejarah yang terjadi saat novel ini mengajak kita mundur ke masa saat buku ini melalui perjalanannya ratusan tahun lalu.
By the way kalau kisah perjalanan yang diceritakan oleh Geraldine di sini adalah rekaan, tidak demikian dengan keberadaan haggadahnya. Bukunya beneran ada saat ini tersimpan dengan baik di Museum Sarajevo.