Wedding Season, Drama Perjodohan Pura-pura Suka

 Dijodohin?

Emang masih zaman?

Mungkin untuk negara-negara di Asia yang kondisi ekonominya masih tergolong negera berkembang hal itu bukan yang ga aneh. Ya, emang sekarang zamannya udah modern di mana setiap orang bebas menentukan hidup dan pilihannya. Tapi untuk keluarga yang sudah mapan pun masih terjadi.  

Seperti yang dialami oleh Asha, seorang wanita karir imigran di Amerika. Hal inilah yang jadi benang merah dalam film Wedding Season yang baru aja saya tonton di Netflix (rilis Agustus 2022).

Berlatar kehidupan kaum imigran India di Amerika, film ini mengangkat cerita tentang perjodohan yang harus dilalui oleh tokoh utamanya Asha yang diperankan dengan manis oleh Pallavi Sharda.

Ceritanya nih, Suneeta dan Vijay (emak dan bapaknya Asha) adalah contoh kaum imigran India yang berhasil sukses hidup di negara sebesar Amerika. Sebuah kebanggan, karena dulu di kampung halamannya kehidupannya jauh beda dengan kondisi sekarang. 

Tapi, Suneeta dan Vjiay tetap dibuat resah dengan status Asha yan masih betah ngejomblo. Cewek seumuran Asha kalau di India mungkin anak-anaknya udah pada gadis dan gede-gede. Tau kan ya, kalau di India itu nikah muda adalah hal yang umum. bahkan bisa sekolah sampai SMA aja udah bagus. Dan kalau  bisa sampai masuk bangku kuliah adalah sebuah previledge. Saya pernah nonton channel youtube seorang mahasiswa Indonesia yang ngobrol sama dosen komunikasi massa di India sana.

Gini katanya. Pernikahan yang dijodohkan sebagaimana yang terjadi di India adalah hal yang biasa. Bukan cuma tradisi tapi juga bentuk kepatuhan anak sama orangtuanya. Termasuk dijodohkan itu. Bukan soal tradisi semata. Beruntunglah kita para perempuan yang tinggal di Indoesia, Kita ga tersekat dengan dua kasta seperti di sana. Bisa bayangin, ga? udah mah terjepit starta sosial ditambah status sosial perempuan di India masih belum sepenuhnya merdeka.

Balik lagi sama tokoh Asha ini. Sebenernya Suneeta dan Vijay membebaskan Asha untuk memilih pasangannya sendiri, tapi kedua ortunya bakal seneng banget kalau Asha mau dijodohin sama Ravi. Nah, Ravi ini adalah anak dari sohibnya Suneeta dan Vijay dulu. Pasangan suami istri sesama diaspora India yang tinggal di kawasan Little India juga. 

By the way, baik Asha dan Ravi adalah contoh diaspora India yang sukses. Bisa dibilang tajir. Cuma dua-duanya punya kriteria sendiri soal pasangan, terutama Asha yang punya detail prince charmingnya seperti apa. Sebelnya Asha sama Suneeta, kalau dia masih aja ngejomblo, Suneeta bakal nyebarin propsal pernikahannya Asha biar lekas laku.Padahal, cewek secantik, sepintar dan sesukses Asha mah banyak yang mau ngantri.

Daripada panas kuping ditnayain kapan  nikah,  Asha akhirnya ngajakin Ravi pura-pura suka. Pura-pura jalan bareng.

sumber: Telegraph India

Di sinilah masalahnya timbul. Asha bermain api dengan sandiwara pura-pura sukanya dengan Ravi tapi lama-lama jadi suka beneran. Sementara di sisi lain Ravi punya perasaan beda ga seperti yang Asha harapkan.Runyam.

Ravi ini sebenernya kurang perfect gimana coba sebagai seorang calon suami.Cakep? iya, dong. Apalagi sebenernya kriteria prince charmingnya versi Asha salah satunya ya orang India. Iya, jauh-jauh jadi diaspora di Amerika, seleranya Asha masih tetep cowok India untuk urusan jodoh.

Dah gitu, Ravi juga katanya seorang sarjana lulusan MIT! Btw MIT ini ngingetin saya sama Paul Samuelson, seorang profesor ekonomi yang bukunya jadi rujuan anak-anak ekonomi yang belajar ekonomi mikro itu lho. Wkwkwk.... apa hubungannya? Ga ada, sih. Cuma bikin inget aja. Abis saya dulu pernah bayangin kalau kampus MIT ini ga kalah keren sama Harvard yang sempat jadi kampus impian saya dan teman-teman dulu waktu SMA dan kuliah dulu.

Intinya, spek (((spek)))nya Ravi ini ga jelek-jelek amat. Lalu ada Priya (adiknya Asha) yang jorokin Asha buat kencan buta pura-pura sama Ravi itu. Padahal Priya lagi sibuk ngurusin persiapan nikahannya sama Nick, cowok tulen Amerika yang tergila-gila sama Priya dan  India. Saking tergila-gilanya, Nick yang mau ngomong 'carry on" dia plesetin dengan 'curry on', cita rasa masakan yang India banget. 

Saya suka  sama penceritaan gimana jatuh cintanya Nick sama India ini. Saking jatuh cintanya Nick, pidato Nick tentang cinta dan ga pedulinya dia sama perbedaan antara dia dan Priya mendapat sambutan membahana dari hadirin yang menyimaknya.  

Btw kenapa judulnya ini dikasih wedding season karena Asha sama Ravi sepakat buat kencan buta selama musim kawin aja. Setelah itu gimana nanti. Makanya Asha dan Ravi itu ngedatengin puluhan undangan nikahan orang India biar kelihatan beneran pedekate juga demi Suneeta berhenti ngrecokin urusan cintanya. Dalam hati saya mikir kalau sampe pura-pura ngedate, pura-pura mesra sama orang yang sama di puluhan pesta nikah apa ga jadi beneran naksir, ya? Witing tresno jaraning soko kulino itu nyata lho, Sha

Asha sih, ga mikir ke situ. Akhirnya dia ga bisa berkutik sama perasaan cinta yang tumbuh dan berkembang semakin lama semakin besar dan semakin dalam (uhuk). Sementara deadline semakin dekat, Asha dihadapkan pada banyak kenyataan yang bikin kepalanya semakin pening. Karirnya di sebuah perusahaan start up lagi bagus-bagusnya. Karir apa cowok? 

Film berdurasi  1 jam 37 meniti ini selain ngambil latar lokasi di Amerika juga dibesut sama sutradara Amerika, Tom Dey. Ga heran kalau kemasan filmnya terasa lebih amerika ketimbang India.Aksen India yang khas itu pun porsinya 50:50 sama aksen amerika yang sering kita lihat di film-film barat lainnya. Begitu juga dengan nyanyi dan joged-joged yang kerap identik sama India terasa lebih ngepop dengan sentuhan amerikanya di sini.

Yang menarik, naskah cerita film ini ga cuma membahas roman komedi antara Asha dan Ravi atau Priya dan Nick tapi juga mengangkat isu-isu sosial yang masih lekat dengan kehidupan masyarakat pinggiran di kebanyakan wilayah di Asia. Mungkin karena itu juga Asha yang kerja di sebuah perusahaan start up itu memilih kerja di perusahaan yang  ngasih pendanaan untuk perempuan-perempuan di negara-negara ketiga di Asia dengan syarat yang bisa dibilang ringan. Kredit mikro gitu lah di sini. Asha pengen perempuan-perempuan di Asia pada maju dan kehidupan ekonominya membaik. Huhuhu Asha, aku padamu deh.

Wedding Season ini juga merangkum persahabatan Asha dengan atasannya, James,  seorang cowok Afro Amerika yang bawel tapi perhatian banget sama Asha. Mungkin karena merasa kantor  udah jadi rumah kedua, Asha merasa setengah hati untuk merintis kehidupan pernikahannya. 

Asha sebenernya pengen banget dan mau menikah tapi di sisi lain dia ga suka diatur dan menyukai kebebasan menentukan pilihannya. Walau pun di satu titik Asha ga bisa enggak jadi nangis karena takut salah menutuskan. Mungkin ini gambaran sebagian para ciwik-ciwik sukses, yang karirnya udah melesat dan menunda menikah demi obsesi karirnya. Ga aneh kalau mereka suka ditanyain gini: "Emang kamu ga pengen nikah?"

Pada akhirnya Asha harus bisa mengompromikan antara perasaan dan pikirannya demi kehidupannya di masa depan juga demi kewarasannya.Sebuah pesan buat yang lagi menjalani posisi seperti Asha, jangan terlalu keras dengan diri sendiri tapi juga jangan main-main dengan perasaan. Baik perasaannya sendiri maupun orang lain, dalam hal ini orang yang lagi diajak pura-pura suka macam Ravi.

Jadi kalau mau sandiwara pura-pura jalan, pura-pura suka dan sebagainya, coba dipikir duulu segala macam konsekuensinya, ya

 


Post a Comment

0 Comments