Review Film Zoom 100 Bucket List of The Dead

Pas nonton film ini, ingatan saya melayan sama salah satu postingan di instagram yang membahas Jepang lagi krisis pekerja.

Hah? Seriusan?

Padahal gaji mereka kan tinggi, ya? (Iya kalau dibandingkan dengan di sini). Tapi  jangan salah. Selain biaya hidup yang tinggi , jadi pekerja di sana rentan terkena mental health. Selain itu anak-anak mudanya juga pada ngelawan.

Gini, budaya Jepang kan identik sama sopan santun, termasuk ngatur hubungan kesetiaan dalam dunia kerja. Segimana toxicnya punya atasan, kok rasanya segen alias ga enak aja gitu kalau mau resign. Resign sama pengkhianatan, sutu hal yang tabu. Telen, telen  dah tuh punya bos rese.

Tapi itu dulu. Sekarang lagi gencar-gencarnya gerakan resign di sana. Malah ada agensi yang membantu memfasilitasinya. Meski sebenernya secara hukum pemerintah di sana sudah memfasilitasinya. Sialnya, lingkungan yang budayanya sudah mendarah daging bikin para pekerja ga enakan.

Itu yang dialami sama Akira, yang jadi tokoh utama di film Zoom 100: Bucket List of the Dead. Film ini masih fresh rilis di aplikasi nonton Netflix. Kalau  kalian masih ragu buat nonton filmnya, setelah baca tulisan saya ini bisa jadi pertimbangan.

Ceritanya Akira Tendo adalah seoerang karyawan baru di tempat kerjanya. Awal pertama kerja dia bersemangat pergi kerja di perusahaan impian. Mana temen-temennya welcome banget. Dengan riang gembira Akira yang jgao main football (sepakbolanya Amerika itu) menyebutkan seneng banget keterima jadi akryawan di kantornya itu.  

Di kantor perdananya ini juga Akira  langsung naksir berat sama Ohtori,  senior cantik  yang selalu nyemangatin. Pokoknya Akira hepiii banget, serasa ga salah milih tempat kerja. Ternyata masih ada kantor yang waras.

Wait. Waras? Hohoho jangan keburu seneng dulu, Akira.

Sayang, anggapan Akira itu hanya bertahan sesaat. Lalu euforia di tempat kerjanya segera menguap. Tiba-tiba aja Pak Bos nyuruh dia lembur, tepat setelah selesa acara makan-makan sama teman sekantor.

Padahal itu udah malam, lho. Mau ga mau Akira nurut. Ia pindah tidur dari apartemennya ke kantor. Ga bisa protes, karena semua temen-temennya juga gitu.

Diam-diam Akira mengeluh. Be like "hidup gue gini amat, ya?" Percuma punya gaji gede tapi ga bisa dinikmati. Akira menridukan kebebasannya yang dulu sebelum ia bekerja.

Ga berapa lama harapan dia terwujud. Satu pagi yang cerah, Akira mendapat keanehan. Sepanjang perjalanan menuju kantor, Akira melihat orang-orang jadi zombi! Termasuk teman-teman kantornya.

Hal pertama yang ia pikirkan adalah ini: Yesss, gue bebas, gua pusing lagi mikirin kerjaan yang bikin gue kerja rodi.

Eh tapi, gimana dia bisa bertahan hidup kalau semuanya jadi zombi? Akira ga mau jadi zombi. Biar aja mereka yang ngezombi, Gue enggak. Akira juga butuh makan, mnium dan kebutuhan lainnya. Dari yang dasar sampai yang premium. Di tengah-tengah usahanya bertahan hidup, Akira bertemu dengan Shizuka. Sama-sama manusia yang masih tersisa dan sama-sama berjuang untuk bertahan dari serangan zombi-zombi. 

Berbeda denga Akira yang santainya kelewatan bahkan cederung ceroboh, Shizuka lebih peka dan siaga dengan sinyal-sinyal bahaya. Akira bukannya melindungi Shizuka tapi sebaliknya, malah ngerepotin Shizuka dengan segala kecerobohannya itu. Makanya ga heran kalau Shizuka sebel sama Akira.

Akira yang awalnya seneng bisa lolos dari kerjaannya yang menyebalkan, moodnya terganggu dengan sikap judesnya Shizuka. Sampai ia kemudian teringat ucapan Ohtori. Gini katanya

Kita kadang-kadang melupakan apa yang sebenernya diinginkan.

Bohlam di kepala Akira tiba-tiba menyala. 

Baiklah, ia bisa saja akan berakhir seperti zombi lainnya. Jika ia tidak bisa melakukan apa yang diinginkannya, Akira mending jadi seperti mereka saja.Tenu saja bukan berarti ia pasrah menyodorkan tubuhnya sama gerombolan zombi itu untuk menjadi bagian dari mereka.

Akira terinspirasi untuk membuat 100 wish list.  Inilah contoh The Power of Kepepet wkwkwk. Akira pun menyusun satu demi satu wish listnya dan membajakan tekad untuk mewujudkannya. Ga peduli apapun rintangannya, termasuk dihadang zombi.

Semangat Akira kembali membuncah. Gangguan para zombi malah membuat adegan-adegan berikutnya jadi kocak dengan ekspresi Akira. Ya bayangin aja kelucuan Akira seperti di komik-komik Manga.  Dan memang film ini diadaptasi dari komik Manga yang judulnya sama.

Satu persatu keinginan Akira mulai mewujud. Ia menemukan moto bagus, mobil piknik yang mewah dan makanan-makanan gratis. Semacam blessing in disguised, ya? Hahaha 

Akira juga bertemu dengan Kencho, team-matenya d tim Football dulu. Kepada Kencho, Akira ebrbagi mimpi-mimpi yang ia tuliskan di bucket listnya itu. Meskipun sempat mengolok-ngolok mimpi Akira menjadi super hero untuk menyelamatkan orang-orang, Kencho dengan senang hati menemani Akira pergi ke luar kota, menuju Akuarium, salah satu wish listnya Akira.

Di perjalanan,  mereka bertemu dengan Shizuka dan akhirnya mereka bertiga memulai petualangan  bersama. Jika Shizuka dan Kencho berniat untuk menyelematkan diri, Akira punya misi lain. Ya itu tadi, mewujudkan semua wish listnya. 

Amalan itu gimana niatnya

Pernah denger quote ini, kan? Sampai di Akuarium, ia bertemu lagi dengan orang-orang di kota sebelumnya dan juga para bosnya. Namun  Akira dan teman-temannya menemukan kejanggalan.  Ada yang aneh dengan tempat ini. 

Dan mimpi Akira untuk menjadi super hero ternyata kesampaian di sini. Zombi-zombi yang ternyata bisa sampai akuarium sepertinya ditakdirkan untuk membersamai Akira, demi cita-citanya itu hahaha. 

Bukan kengerian thriller yang saya dapatkan selama nonton film ini. Yang ada adalah ketegangan yang kerap diselingi kejadian kocak. bahkan ketika seekor paus terpapar virus zombi pun jadi pemandangan yang lucu dan mengocok perut. Di sepertiga film ini saya banyak dibuat ketawa sambil sesekali bergidik jijik sih dengan ekspresi para zombi itu.

Bagi saya Zoom 100 Bucket List of The Dead adalah kritik dari sineas Jepang dengan fenomena yang sednag terjadi di Jepang. Etos kerja yang tinggi disatu sisi menghasilkan efektivitas dan produktivitas, namun di sisi lain memicu tingkat stress para pekerja, terutama angkatan mudanya. Apalagi piramida penduduk di Jepang ini mulai meresahkan. Populasi usia mudanya semakin menyurut. Tuntutan hidup yang tinggi, hidup yang sulit dinikmati dan sikap bos yang rese adalah formula pas untuk mengintai Jepang di ambang kepunahan. 

Bayangin aja kalau semua penduduk di Jepang sudah menjadi zombi tapi bos kita tetap saja memaksa untuk bekerja keras, tidak peduli dengan bahaya yang terus mengintai.

Durasi film  sepanjang 129 menit dengan alur yang mengalir ini tiba-tiba mengantar kita ke ujung pencarian Akira. Tentang hidup yang bahagia tanpa tekanan, walau harus kehilangan beberapa hal.   










Post a Comment

0 Comments