Beberapa waktu yang lalu saya menemukan meme di sosial media soal lelaki selalu salah dan wanita selalu betul lewat nama yang real. Di foto itu ditampilkan pemain bola asal Mesir, Muhammad Salah dengan pemain bola wanita asal Turki bernama Betul Nur Yimaz. Kocak. Saya ketawa dibuatnya. Alih-alih baper, saya sih santai aja, ga ngambil pake hati soal ini malah suka ngakak ketawa aja kalau nemu postingan serupa.
Analogi di atas juga yang teringat ketika saya nonton film Petualangan Sherina 2 yang baru saja rilis di hari kamis kemarin (28 September 2023).
By the way, waktu film Petualangan Sherina rilis di tahun 2000 saya termasuk yang mengikuti filmnya walau waktu itu usia saya udah mbak-mbak kuliahan, muehehe.
Filmnya memang fenomenal banget. Adik saya yang masih 10 tahun waktu itu yang paling exciting ketika almarhum ayah saya beliin VCDnya yang juga saya tonton. Jangan ditanya di mana keberadaan vcd itu, ya. Kalaupun masih ada udah rusak dan ga bisa diputer.
Lalu sekitar 20 tahun berlalu, film ini kembali hadir dengan menghadirkan pemain yang sama. Sherina masih hadir dengan namanya sendiri dan Derby Romero sebagai Sadam. Saya juga termasuk yang nungguin film ini segera tayang. Kayak gimana sih jadinya Sherina dan Sadam versi dewasa kalau ketemu? Karena dulunya waktu masih kecil hobinya berantem dan ribut. Apakah hawa ributnya masih kebawa?
Saya memutuskan buat nonton filmnya di hari kedua penayangan di bioskop. Mau nonton di hari pertama saya menyerah buat kejar-kejaran tiket, dan kurang enjoy kalau harus ngalah dudu di row depan. Ga enak aja buat nonton. Alhamdulillah, di hari kedua saya dapat nonton di row A dan seat favorit saya, di pinggir dekat lorong .
Saya pesan on the spot sekitar 15 menit sebelum filmnya tayang. Kok bisa dapet segampang itu? Mungkin karena di jam itu jamnya jumatan jadi banyak yang memilih nonton di showtime berikutnya. Saya sempet ngecek, untuk showtime kedua sekitar 50% seat sudah terpesan. Luar biasa, ya?
Di film Petualangan Sherina 2 Sherina diceritakan bekerja menjadi seorang awak media tv yang ditugaskan untuk meliput pelepas liaran orangutan di Kalimantan dan tanpa sengaja bertemu dengan Sadam sahabat kecilnya yang ternyata penanggung jawab dari lembaga konservasi yang menangani perlindungan primata ini.
Sosok Perfeksionis
Sebagai seorang jurnalis, karir Sherina lekas melesat. Tidak heran kalau dia menjadi most wanted journalist berkat dedikasinya yang tinggi. Sherina adalah tipe jurnalis yang punya totalitas. Bahkan untuk ukuran dressnya pun lebih cocok jadi pemred ketimbang jadi wartawan yang bertugas di lapangan.
Untuk peliputan Economic World di Davos, ia sudah jauh-jauh hari mempersiapkannya. Tipikal cewek yang perfeksionis. Hebatnya saat switch tugas ke Kalimantan untuk peliputan pelepasliaran orangutan, Sherina dengan mudah beradaptasi walau di awalnya ia ogah-ogahan karena sudah terobsesi untuk tugas sebelumnya.
Pernah denger ga sama peribahasa, what become yours will be yours? Emang udah takdirnya aja Sherina harus reunian dengan Sadam dengan cara yang unik. Kadang yang kita kejar-kejar malah ga kesampaian. Begitu juga degan Sherina, awalnya dia setengah hati buat menjalani tugasnya. Tapi sebagai seorang alpha female, yang keras kepala dan perfeksionis nalurinya memutuskan, 'ok, i go with it'.
Untunglah Aryo (diperankan oleh Ardit Erwandha) sebagai camera-mannya punya stok kesabaran yang melimpah buat menjabani maunya Sherina. Mungkin juga Aryo lebih suka menghemat energi dibanding akhirnya ngalah lagi. Sekali lagi, ini contoh laki-laki emang salah dan wanita selau betul :).
Garapan Musik Yang Asik
Isu Lingkungan
Kembali ke cerita. Melepas liarkan orangutan ke alam bebas ternyata tidak semudah menjentikan jari. Ada serangkaian proses adaptasi agar mereka bisa survive dan terjamin keamanannya setelah kembali ke alam bebas. Selain populasinya yang sedikit, perburuan terhadap mereka masih saja terjadi.
Dalam waktu yang bersamaan (dalam kehidupan sehari-hari) masih hangat kasus orangutan yang dijadikan PSK dengan bayaran 38 ribu. Gila, ya? Entah kesurupan apa orang-orang yang memperlakukan orangutan seperti ini.
Di antara orangutan yang akan dilepaskan oleh Oukal alias orangutan Kalimantan (lembaga konservasi di mana Sadam bekerja) ada bayi orangutan bernama Sayu. Bersama ibunya, (Hilda) Sayu jadi yang pertama kali yang dilepas ke alam bebas.
Pas Sadam menjelaskan soal sayu ini tiba-tiba aja saya inget sama Panji Petualang yang dulu sacaranya sampai ramai di tv. Potongan Sadam udah pas jadi petugas seperti Panji dengan baju dinasnya itu.
Sayu yang akan dibebaskan ternyata sudah diincar kemompok animal trafficking untuk dijual kepada kolektor (di sini diperankan oleh Isyana Sarasvati) yang obsesinya mirip tagline merk otomotif itu, selalu jadi yang terdepan. Sebuah realita yang terjadi di masyarakat kita yang kental dengan penyakit FOMO .
Skenario bagaimana melepaskan Sayu kemudian menjadi fokus film ini. Sadam dan timnya mendapat tugas baru untuk merebut kembali Sayu. Di sinilah konflik timbul Situasi menjadi dramatis ketika Sherina yang ditugaskan sebagai peliput, turut campur dengan membuat keputusan-keputusan yang menyusahkan Sadam. Tipikal cewek sotoy dan nyebelinnya lagi lupa dengan posisinya saat itu.
Sherina yang perfeksionis dan ga sabaran membuat Sadam jadi mengungkit masa lalu dan mencurahkan uneg-unegnya. Kalau ada yang bilang perempuan ahli sejarah, di film ini malah kebalikannya. Sadam masih mengingat masa lalu yang lebih detil ketimbang Sherina. Ekspresi Sherina seperti mau bilang, "hah, masa sih?"
Jadian VS Profesionalitas
Mungkin bahasa cintanya Sherina (dengan siapapun) seperti itu adalah ekspresi pedulinya sama sahabat tapi, Sherina itu nyebelin, banyak ngatur. Akan tetapi Sadam malas berargumen dengan si jago debat ini.
Syukurlah film ini tidak tergoda untuk terlalu jauh menjadikan mereka kebelet jadian. Keduanya tetap profesional dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Sayu dan Hilda jauh lebih penting ketimbang kisah dari temen jadi demen. Setidaknya itu yang saya rasakan.
Meskipun ada adegan yang misal nanya "kamu sudah nikah?" Buat saya itu adalah pertanyaan yang wajar bagi sahabat lama yang tidak pernah bertemu lagi. Atau pujian cantik juga adalah hal ga aneh buat sahabat. Hei, meskipun mereka dulu suka ribut dan berantem bukan alasan untuk jaim memuji, kan? Apalagi keintiman dengan sahabat dengan mudah kita temukan dalam pergaulan dewasa muda saat ini.
Kalau saya jadi Sadam ya males juga kalau punya pacar yang perfeksionis macam Sherina. Baru ketemu (lagi) aja udah banyak ngatur. Dah lah jadi temen aja udah bikin capek dengan spontanitasnya itu. Hihihi cukup temen aja, ga usah menukar dengan status lain yang bikin rumit.
Tapi seperti di lirik lagunya, Sherina tau betul apa yang harus dilakukannya. Seorang sahabat yang doyan debat ini punya cara unik untuk mengekesekusi kemauannya dengan segera. Mau ga mau, Sadam nurut aja mengikuti rencana-rencana Sherina untuk menyelamatkan Sayu. Lagi-lagi analogi perempuan selalu betul menjadi contoh yang nyata.
Di sisi lain saya melihat film ini seakan ragu untuk menyajikan cerita, reuni dua teman lama yang ketemuan atau kah isu konservasi satwa langka yang akan jadi gagasan filmnya? Jika ya soal gagasan pelestarian primata yang dekat dengan manusia itu menjadi concern filmnya, film ini akan terasa lebih menarik jika memberikan porsi dalam cerita untuk Sindai dalam menyelamatkan Sayu dan Hilda. Selain penduduk asli setempat, Sindai jga orang yang lebih paham soal Sayu.
Mari Bernostalgia
Skoring musiknya yang terasa megah dalam film ini juga bisa menalangi beberapa celah cerita film yang gregetnya mestinya masih bisa dinaikkan seperti yang saya bilang di atas tadi.