Dalam beberapa obrolan entah di postingan sosial media, chat atau ngobrol secara langsung, saya dan teman-teman beberapa kali menyebut generasi seumuran saya sebagai gen Xenial. Gen X yang nanggung lahir di ujung perhitungan gen-X tapi juga belum masuk kualifikasi gank milenial. Hiks sedih awalnya.
Tapi kemudian kami bangga dong.
Karena pada masa kami, semisal transisi dari telepon koin, telpon kartu lalu berganti dengan hand phone dan sosial media serta aplikasi yang datang kemudian jadi hal yang familiar buat kami. Ada yang masih inget zaman chatingan di mIRC atau Yahoo Mesengger?
Saya ajak rewind dikit, yuk. Saat itu pernah ada aplikasi chating di warnet yang sempat rame di webnya astaga.com tau hotmail messenger. Walaupun akhirnya kedua media chating ini lekas menghilang, kalah bersaing dengan mIRC dan Yahoo yang dominan.
Rasanya seperti menekan tombol rewind waktu saya baca buku berjudul Digital Public Relations yang ditulis oleh Dudi Rustandi yang juga teman di Blogger Bandung. Dari sudur pandangnya sebagai seorang akademisi, saya diajak jalan-jalan memahami dan mengamati dunia yang sudah jadi keseharian. Ternyata sebagai blogger, posisi saya juga berperansebagai seorang digital public relation di dunia maya. Wuih... seru
Warga Global Village
Tau ga? Netizen Indonesia tuh nangkring di 5 besar penduduk bumi sebagai pengguna terbesar sosial media di dunia, lho. Let's say Facebook, instagram, X sampai tiktok. Dulu pun saat akun path belum tenggelam saya sempat punya akunnya. Kayaknya kalau punya akun sosmed atau aplikasi chat cuma 1 tuh aneh, ya?
Selain sosial media saja, saya juga mengakses internet (kebanyakan dari gawai) untuk mendapatkan informasi, hiburan, belanja juga menjajal dunia jualan sambil mengulik skill baru sebagai kreator Canva (walau ga intens setiap hari nguliknya muahahaha, pe-er banget ini :D).
Di sini kita sepakati kalau perkembangan internet terasa cepat, banget. Sekalinya kita berhenti atau lengah sedikit, jadi dalam posisi kudet, gaptek atau istilah lainnya. Memang benar ya, yang namanya belajar itu ga ada selesainya. Jangan ngaku jadi xenial kalau ga mau ngulik perkembangan teknologi.
Kembali ke buku tadi. Buku setebal 244 halaman ini membahas Digital Public Relations dalam 13 bab dan membahas masalah-masalah seperti perkembangan PR 1,0 hingga PR 5.0 atau konsep dasar PR, elemen-elemennya, strategi dan taktik Public Relations, Media Sosial untuk Public Relation, Corporate Blogging, hingga Optimasi Media Internal dengan Aktivasi Jurnalisme Jenamanya.
Pesan Tersirat dari Gambar
Di halaman 116 penulis membahas foto di media massa yang waktu itu sempat ramai dibahas. Sayangnya waktu itu internet belum rame dan masih jadi sesuatu yang mewah. Mungkin kalau terjadi saat ini udah jadi sesutau yang viral.
Awalnya saya merasa ga ada yang salah dengan posisi lengan Micahel Camdessus, bos IMF yang melipat lengannya.Tapi kemudian betapa melcehkannya gestur si mister ini. Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohammad pun ikutan sebel. Sesama bangsa ASEAN, Mahatir merasa ga terima dengan sikap bahasa tubuhnya Camdessus. Coba kalau saat itu udah ada IG, bisa-bisa viral dan dirujak nih Camdessus.
Begitu juga dengan postingan foto kita di media sosial. Entah itu hanya postingan biasa atau pun tujuannya untuk keperluan endorse/kerjasama dengan brand. Untuk urusan personal misalnya kita mengenal pose tertentu yang sudah jadi ciri khas seseorang. Sekalinya pose atau gesture dia berubah langsung tuh ditumbenin. Contohnya seperti jempol yang identik dengan gen-X (hahaha), pose petik jari ala sarangheo atau melengkungan lengan di atas kepala, atau membentuk jari dekat pipi.
Di waktu tertentu pose jari dengan jempol, dua jari dan sebagainya menjadi sesuatu yang dihindari di waktu tertentu seperti musim kampanye caleg atau presiden. Kadang suka serba salah kalau pas ada momen foto bareng. Ini harus pake pose aman kayak gimana?
![]() |
pose aman ga ada kode jari hahaha |
Masih hangat kejadian viral ketika seorang penceramah meledek penjual es teh yang ramai di sosmed. Saat muncul video penceramah itu meminta maaf, masih saja netizen (juga saya) meilai bahasa tubuh dari penceramah itu tidak tulus dan terkesan intimidatif. Soal itu juga dibahas di buku ini. Kira-kira gimana nih pov teman-teman soal kasus ini?
Komunitas dan Menjalin Kerjasama
Saya pernah menjadi pengurus komunitas dan dipercaya untuk menghandle kerjasama dengan klien. Di sinilah titik awal saya dikondisikan untuk ngobrol banyak dengan orang yang baru kenal untuk urusan kerjasama, menegosiasikan kesepakatan yang sama-sama enjoy untuk diselesaikan sekaligus menjembatani pertanyaan-pertanyaan dari member yang kadang diluar prediksi. Di sini saya belajar satu hal tentang psikologi komunitas. Oh, kalau menghadapi orang seperti ini caranya begini. Member atau klien begitu treatmentnya beda dan sebagainya.
Seru juga ternyata walau ada masa-masa di mana kepala saya kayak mesin uapnya James Watt, ngebul hahaha. Tapi semuanya terbayar tuntas dengan tarikan napas lega ketika hak dan kewajibannya sudah tunai. Dan paling seneng kalau sudah nagalamin repeat order. Klien puas dengan kinerja teman-teman dan saya pun ikut seneng. Cape dan mumetnya jadi ilang.
Optimasi dan Branding
Jadi seperti apa branding kita di blogging atau sosial media bisa terlihat dari dominasi yang sering kita posting. Apakah menjadi seorang impersonate seperti Rina Nose? Jadi jagonya strategi di IG seperti Niko Julius dan Victoria Wong, Cat Lover seperti OmWepe, dan drakor lover seperti teman saya Erry Andriyati.
Dari tema mengerucut yang sering kita tampilkan di sosial media bukan saja menjadikan sesuatu yang identik dengan diri kita. Ciri khas yang kita punya ini bisa menjadi sesuatu yang punya value dan jadi ladang penghasilan alias cuan. Repot memang kalau kita banyak maunya terus harus membaginya dalam akun terpisah biar lebih tematik.Seperti siapa itu? Saya hahaha. Konten saya di ig efi_thea memang random tapi saya juga memcoba untuk spesifik di akun ig pensil_potek atau designbyefi misalnya.
Public Relation via Email dan Peluang Mendulang Cuan
Biasanya di suatu waktu kita menghandiri acara, akan diminta email dan nomor WA yang aktif. Selang tidak lama, kita akan mendapat rilis dari acara terkait. Beberapa teman markom saya yang bekerja di dunia hotel ketika pindah tempat kerja tetap menghubungi saya dan menyampaikan update terbaru dari layanan hotelnya lewat email itu.
Selain menjadi kode akses untuk membuka sosial media atau aplikasi, email pun bisa menjadi sarana membangun loyalitas secara berkala untuk jangka panjang. Dengan email, selain menjadi media tetap berkabar atau silaturahmi, email bisa juga menjadi filter untuk target kampanye PR secara terukur. Dalam beberapa kelas marketing digital, para coach kerap menekankan pentingnya email sebagai "kolam uang" untuk para pelaku digital marketing.
Lewat email pun, tidak jarang para blogger mendapatkan tawaran wajib yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Mulai dari brand lokal sampai luar negeri. Mulai dari placement konten sampai kontrak untuk jangka waktu tertentu. Hari gini masih cuekin email? Saya kasih tau ya, jangan kayak gitu lagi. Itu peluang gede, lho.
Digital Branding
Satu waktu saya pernah ngobrol dengan seorang teman membahas sebuah brand yang produknya kok valuenya sekarang tidak sesuai dengan misinya, ya? Sangat berbeda dengan kesan produk sebelumnya yang selalu hangat dan inspiratif. Singkat cerita, ternyata brand yang kami bahas ini sudah beralih pemilik. Pemilik barunya mungkin lupa dengan visi yang diusung pemilik sebelumnya sehingga menjadi terasa aneh bagi mereka yang sudah biasa dengan produk sebelumnya. Soal ini pun dibahas dalam buku ini.
|"Nilai-nilai yang dimiliki oleh perusahaan menjadi roh dan sumber edukasi bagi publik. Nilai yang disebarkan secara konsisten menjadi ruang pembelajaran bagi publik karena tersebar di semua kanal perusahaan. Saat nilai tersebut menjadi sumber rujukan dan terinternalisasi dalam diri publik, kepribadian perusahaan dapat terhubung secara emosional dengan publiknya."- halaman 215
Huaaa ini related banget dengan saya bahas dengan teman saya itu tadi. Selain ingin menekuni dunia digital untuk branding,buku ini juga bisa jadi panduan bagi yang ingin mengamati sosial media. Ga cuma untuk praktisi tapi juga bisa jadi rujukan untuk menganalisa. Masih banyak harta karun yang bisa kita dapatkan dengan membaca buku ini.