1 Kakak 7 Ponakan: POV Lain Sandwich Generation

Waktu posternya keluar, saya udah nandain bakal nonton film 7 Kakak 1 Ponakan. Entahlah, gambarnya bikin saya kepincut. To be honest, waktu seriesnya tayang di tv saya tidak begitu mengikuti penayangannya. Sependek ingatan saya dulu tuh serialnya tayang sore hari. Koreksi kalau saya salah, ya.

Ada beberapa cast yang masih saya inget seperti Sandi Nayoan, Derry Drajat, Novia Kolopaking dan Chery Hade, itu lho yang berperan jadi Euis di Keluarga Cemara. O ya tentu saja, theme songnya saya masih inget walau samar-samar. Ada yang inget  part ini? 

"Eh jangan takutkan nenek sihir, sapu atau tipu"

Hihihi lucu, ya liriknya. 

Dalam rentang waktu yang sama, di awal pemutarannya serial ini nyaris barengan tayang dengan serialnya Rumah Cemara. Sayangnya serial ini tidak begitu populer dan jumlah episodenya juga memang tidak banyak. Jadi memang cepat hilang dari orbiit serial televisi.

Nah, waktu saya nulis review ini film 1 Kakak 7 Ponakan sudah tembus 1 juta penonton lho. Sejujurnya saya tidak mennyangka bakal sebanyak ini yang antusias nonton filmnya. Udah mah di bioskop dikepung sama film-film horor. Saat menonton film ini, kenangan saya sama versi serialnya cuma secuil. Ya udah nonton mah nonton aja.

Mengambil Alih Peran

Jadi begini.

1 Kakak 7 Ponakan ini menceritakan Moko (yang diperankan oleh Chicco Kurniawan) harus menggantikan peran Kak Agnes (Maudy Kusnaedi)  dan Kak Atmo (Kiki Narendra) sebagai ayah dan ibu bagi keponakan-keponakannya.  Tentu saja bukan hal yang dicita-citakan oleh Moko. raut Chicco yang mengiba pas banget memerankan posisi Moko yang tidak punya pilihan. Mau menyerahkan mereka sama siapa lagi?

Padahal masa depan Moko sebagai arsitek sudah menunggu. Moko baru saja selesai wisuda. Dengan kecerdasannya, karir Moko mestinya bakal gemilang. Ditambah lagi Moko punya Maurin (Amanda Rawles) pacar yang siap jadi partner in business dan partner in life alias menikah.

Kenapa Menyerah?

Maurin jadi sedih  setelah Moko memutuskan untuk menyerah pada mimpi dan rencana menikahi Maurin. Mereka putus! Padahal harusnya Maurin yang memutuskan Moko setelah masa depan calon suaminya tampak suram. Di sini saja saya ikut merasakan sakit tapi tak berdarahnya Maurin. Kenapa segampang itu Moko menyerah? Kesetiaan Maurin digambarkan tidak menye-menye. Malah lebih ke gemes tapi ya sudahlah, Maurin memilih sabar menunggu walau memang menyebalkan. Duh Moko, cewek baik kayak Maurin ini langka lho. Kalau yang lain entah deh.

Dengan sisa tabungan yang minim sekali Moko jungkir balik mengambil peran orang tua bagi keponakan-keponakannya. Seperti Moko melepas bajunya agar bisa skin to skin dengan Ima yang sakit panas. Kepikiran ya nyelipin adegan ini. 

Beban Moko bukan saja memastikan keponakan-keponakannya tetap terjamin sekolahnya, meski makan harus seadanya. Eh tiba-tiba Pak Nanang (Ence Bagus) mantan guru les untuk para keponakannya ini datang. Sambil nangis-nangis, Pak Nanang minta kesediaan Moko menerima Ais (Kawai Labiba). Begitu juga dengan Ais yang janji tidak akan nyusahin. Beban Moko memang sudah banyak . Kombinasi kebaikan Moko dan rasa tidak enakan akhirnya mengizinkan gadis berambut ikal itu jadi keluarga baru di rumah itu.

Syukurlah, meski kondisi rumah yang sangat seadanya, Ais tau diri. Malah Ais cepat akrab layaknya saudara kandung baik dengan Woko, Ano, Nina dan Ima.  Sebuah definisi sederhana susah senang dijalani bersama bikin terharu ketika muncul scene Ais main piano dan mereka nyanyi bareng. Di sini saya jadi rada nyesel, kenapa dulu tidak ngikutin serialnya ya? Saya mulai jatuh cinta dengan film ini pas di part ini. Sehangat itu kedekatan mereka.   

1 Kakak 7 Ponakan ini ibarat wafer yang lapisannya ada ratusan itu selalu punya cerita yang bikin saya  jadi ikutan sedih sekalilgus kesal. Moko terlalu banyak berkorban. Moko rela membatalkan laptop baru yang nyaris dibelinya karena Ano salah satu dari keponakannya lebih membutuhkan untuk pengobatan. Coba kalau saya di posisi Moko, nih ponakan yang sakit mau saya omelin dulu. Kamu  ngapain sih sampe sakit segala hahaha. Jadi berantakan nih semuanya. Untungnya yang jadi Moko bukan saya. Kasihan Ano.

Pada kenyataannya 4 keponakan Moko yaitu Woko, Ano, Nina dan Ais berusaha meringankan beban Moko. Mereka berusaha mencari pekerjaan untu menutupi kebutuhan sehari-hari. Harapan mereka things going better. Tapi karena Moko keras kepala dan tidak sadar ingin menjadi pahlawan sendirian, membuat situasi semakin sulit.

Ada Saja yang Tidak Tau Diri 

Kalau dihitung-hitung, ini keponakan plus Ais baru 5, 2 lagi mana?

Nah, ini. Tiba-tiba Osa (Niken Anjani) dan suaminya, Eka (Ringgo Agus Rahman) muncul. Yang katanya orang sukses kerja di Aussie bukan cuma bertamu. . Entah ya bagaimana gambaran Eka dulu di serialnya. Baru lihat Eka muncul aja saya udah sebel. Tinggi banget ngomongnya. Mending kalau iya bener. Ini sih omong kosong.  Mereka berdua cuma jadi beban. Ditambah sikap Osa yang denial dan selalu nyari pembenaran atas setiap tindakan Eka.  Sudah nimpang hidup, makan gratisan eh morotin Moko.  Bener-bener benalu.  Sepertinya orang-orang seperti Eka ini pernah singgah dalam kehidupan kita. Yang ngomongnya tinggi dan sok asik padahal mah cuma bualan sampah semata.

Moko ini baik apa oon? Gemes deh saya. Speak up kek, ngelawan gitu sama kelakukan tamu tak diundang kayak mereka. Moko yang tidak enakan tapi susah dikasih tau ini ternyata  juga bukan cuma menyusahkan keponakan-keponakannya, tapi juga dalam urusan kerja. Moko terlalu idealis yang prinsipnya mengancam karir teman-teman barunya termasuk Maurin yang merekomendasikan Moko.

POV Lain Tentang Sandwich Generation

Film besutan sutradara Yandy Laurens ini menawarkan POV lain yang menyorot soal sandwich generation di antara film-film bernada sama. 1 Kakak 7 Ponakan  menawarkan sudut pandang dari orang dari sekitar kita. Mungkin banget  orang-orang di sekitar kita sayang dan peduli. Mereka ada dan mau berbagi duka, buka hanya suka. Sayangnya kita tidak peduli dengan sinyal itu. Pesan "kamu tuh nggak sendirian, lho. Kamu masih punya kami. Kamu diem, malah bikin kami tambah patah hati.

Ada satu karakter yang mewakili perasaan saya dengan sikap Moko. Kemarahannya yang membuncah karena sikap Moko seakan mewakili kegemasan saya atas pilihan Moko  yang sibuk sendirian. Kenapa nggak mau membagi beban itu?  

Dengan elemen yang sederhana, film ini memvisualkan pesan-pesan tersirat secara visual. Ada beberapa adegan yang saya yakin bikin hati terasa hangat. Komunikasi dan keterbukaan menjadi salah satu kunci untuk menyelesaikan persoalan. Mungkin tidak instan tapi memberikan sudut pandang baru untuk melihat opsi lain yang bisa ditempuh dan tentunya tidak bikin cape sendirian. Setuju?

Hai. Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak. Saya seorang cat lover, fans Liverpool dan suka nonton film. Selain blog ini, saya juga punya blog lainnya khusus tentang buku dan film di https://resensiefi.my.id Untuk kontak personal dan kerjasama, silahkan kirim email ke efi.f62@gmail.com

Posting Komentar